Budaya Cium Tangan Wolak Walik pada Habaib karena NU Melakukannya
Ketua PBNU Robikin Emhas mengatakan hari gini masih ada yang menanyakan budaya NU cium tangan wolak walik pada habaib.
Menjawab pertanyaan itu Ketua Umum PBNU bidang hukum dan HAM itu menjelaskan, jangankan terhadap orang yang kiblatnya sama, Tuhan yang disembah sama, bahkan terhadap warga negara dan sesama manusia di seluruh penjuru dunia persaudaraan tak boleh diputus hanya karena perbedaan pemikiran. Itulah konsepsi tri-ukhuwah yang dipelopori KH Ahmad Shidiq dan dikembangkan NU sejak tahun 1984.
Menghormat habib? NU-lah yg melakukannya, sejak zaman prakemerdekaan hingga saat ini. Boleh jadi, tidak ada cium tangan wolak walik kepada habaib jika NU tidaknya melakukannya.
"Karena hal itu merupakan bagian dari perintah agama," kata Robikin kepada ngopibareng.id Kamis 31 Oktober 2019.
Menurut Robikin, yang perlu ditegaskan, NU tidak mendukung gagasan negara Islam atau Indonesia bersyariah maupun khilafah. Bagi NU, bentuk negara ini sudah final. Final sebagai kesepakatan para pendiri bangsa (mu’ahada wathaniyah), karenanya wajib bagi generasi berikutnya untuk mematuhinya.
Karena kesepakatan adalah janji. Dan janji merupakan hutang yang mesti dibayar. Bahkan sejak sebelum kemerdekaan NU melalui Muktamar Ke-11 di Banjarmasin tahun 1936 sudah menegaskan bahwa nusantara adalah darussalam.
Demikian juga konsepsi dakwah. Dalam pandangan NU, amar ma’ruf harus dilakukan bil ma’ruf dan nahi munkar pun harus dikerjakan bil ma’ruf.
Selain di bidang keagamaan, NU juga memiliki perhatian dalam penguatan ekonomi warga. "Saya percaya FPI pun memiliki atensi mengenai hal ini. Akses terhadap keadilan, termasuk keadilan ekonomi boleh jadi merupakan sejenis common sense seluruh organisasi massa yang ada," ujar Robikin.