Kasus Buaya Muara, Kita Harus Buka Mata Soal Perdagangan Satwa
Penemuan buaya muara yang jatuh di atap rumah warga di daerah Kedungkandang, Kota Malang, pada bulan Juli lalu, harus membuka mata kita mengenai praktik lancung perdagangan satwa ilegal. Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, ada tujuh jenis buaya dan empat di antaranya dilindungi, salah satunya crocodylus porosus atau buaya muara.
Menurut organisasi nirlaba Zero Tolerance for Illegal Wildlife Trade perdagangan satwa liar yang dilindungi menjadi bisnis terbesar kelima di dunia.
Mengenai hal tersebut Rosek Nursahid, pendiri Profauna, menuturkan bahwa dalam satu tahun saja bisnis haram tersebut mendatangkan transaksi sebesar Rp 9 triliun.
“Jalurnya biasa melalui Filipina, lalu disebarkan ke negara-negara Timur Tengah dan China,” ungkapnya.
Rosek melanjutkan untuk buaya muara sendiri biasanya dijual kepada kolektor binatang seperti ke negara-negara Timur Tengah. Menurutnya hal tersebut dilakukan untuk keperluan prestise, karena semakin langka hewan tersebut semakin tinggi harganya.
Mengutip buku “Melestarikan Alam Indonesia” karya Jatna Supriatna selain untuk kolektor perburuan buaya muara semakin bertambah dikarenakan meningkatnya permintaan pasar dunia seperti Jepang, Singapura dan Prancis. Peningkatan permintaan buaya muara ini kebutuhan aksesoris seperti dompet dan tas yang bahan bakunya diambil dari kulit buaya.
Rosek menuturkan untuk memutus mata rantai transaksi bisnis lancung tersebut para penyedia jasa ekspedisi seperti JNE, Tiki dan lain sebagainya harus berani menolak pengiriman satwa.
“Satwa-satwa seperti burung kakaktua, buaya muara, juga jenis primata seperti lutung itu banyak ditangkap di Pulau Kalimantan, Papua, Maluku, Jambi. Maka dari itu jasa ekspedisi harus berani menolak,” tuturnya.
Apalagi menurut Rosek perdagangan satwa ini merupakan suatu kejahatan yang harus diberantas oleh pemerintah karena akan mengancam populasi mereka. Satu sisi, pengungkapan kasus perdagangan satwa ilegal juga dianggap sulit untuk menemukan aktor utamanya.
Contohnya kasus perdadangan satwa ilegal buaya muara yang ditangani Polsek Kedungkandang Malang. Sampai saat ini Polsek Kedungkandang masih belum bisa menemukan aktor utama perdagangan satwa ilegal tersebut. Polsek Kedungkandang baru berhasil meringkus dua orang pelaku yang disinyalir akan menjual buaya muara yang disimpan di kontrakannya.