Bu Risma, Bukan Perempuan Biasa
(Tanggapan tulisan Ferry Soe Pei’i berjudul: Risma Mengulang Sukses di Surabaya dalam Pilgub DKI Mendatang?)
Oleh: Aprizaldi
Bu Risma, atau Tri Rismaharini, tidak henti diperbincangkan dan diulas. Termasuk artikel Ferry Soe Pei’i berjudul: Risma Mengulang Sukses di Surabaya dalam Pilgub DKI Mendatang? Dimuat di media ini beberapa waktu lalu.
Saat ini, Bu Risma dipercaya Presiden Jokowi menjadi Menteri Sosial, setelah 10 tahun menjadi Wali Kota Surabaya dua periode.
Di mata saya, dan warga Surabaya, Bu Risma bukan perempuan biasa, melainkan luar biasa. Tak sedikit yang menyebut sebagai “Emak’e arek Suroboyo”. Sejak 2010 menjadi Wali Kota Surabaya, sudah tidak terhitung legacy diwariskan.
Bu Risma, Wali Kota perempuan Surabaya, telah banyak mengubah wajah Kota Pahlawan. Berkat tangan dinginnya, Surabaya telah menjadi kota yang diperhitungkan di kancah nasional dan internasional.
Di berbagai forum internasional, Bu Risma tampil membawa nama harum Surabaya. Kerjanya nyata, tak sekadar retorika. Kini, segudang warisan kebijakannya bisa dirasakan manfaatnya oleh warga.
Sejak mengucapkan sumpah dan janji jabatan sebagai wali kota pada 28 September 2010, Bu Risma telah mewakafkan hidupnya untuk Surabaya.
Ia tidak pernah berhenti bekerja, bahkan bekerja keras, untuk Surabaya. Tidak ada kata lelah, dan menyerah. Hari libur pun dia gunakan untuk bekerja. Waktu 24 jam, seakan kurang baginya.
Terjun ke lapangan, memantau langsung kondisi Surabaya, kemudian bertemu langsung rakyatnya dan memberikan perhatian atas persoalannya, atau blusukan ke kampung-kampung.
Itulah gaya Bu Risma. Kerap kali keputusan lahir di lapangan, saat itu juga, tidak pakai lama. Hasil pengamatan langsung di lapangan.
Adalah biasa Bu Risma dijumpai warga Surabaya turun langsung ke gorong-gorong, untuk mengecek saluran yang tersumbat. Memang Bu Risma bukan tipe pemimpin di balik meja, yang puas dengan laporan anak buah.
Dia juga tak kapok kendati pernah patah tangan saat loncat dari gorong-gorong. Saat hujan deras membuat banjir di beberapa titik, Bu Risma rela tidak tidur dan langsung bergegas memantau banjir dan langsung mengatasinya.
Soal mengatasi ancaman banjir, Bu Risma terus menambah pembangunan pedestrian setiap tahunnya. Data hingga 2020, panjang pedestrian di Kota Surabaya sudah mencapai 101.193,30 meter.
Di bawah pedestrian dan beberapa jalan, terdapat saluran besar yang dipasangi box culvert, panjang saluran hingga saat ini sudah mencapai 232.884,6 meter. Bahkan, ia terus memperbanyak bozem atau waduk, total hingga saat ini sebanyak 75 bozem.
Dalam beberapa kali curah hujan deras, dibarengi air laut pasang, memang sejumlah wilayah digenangi air. Tapi beberapa jam kemudian, air sudah surut. Tidak pakai hitungan hari, seperti waktu silam.
Demi menekan ancaman banjir, Bu Risma juga menambah rumah pompa yang sangat efektif mengatasi genangan dengan cepat. Total sudah ada 59 rumah pompa hingga saat ini.
Di rumah pompa itu juga dilengkapi genset untuk antisipasi listrik padam. Kini ada 111 unit genset yang disebar di rumah pompa itu.
Bahkan, sejak awal kepemimpinannya, kapasitas pompa yang kurang maksimal banyak diganti, sehingga saat ini kapasitas pompa air di Surabaya rata-rata 5 meter kubik. Alhasil, persoalan banjir bisa diatasinya.
Begitu pula dengan penataan kawasan kumuh di Surabaya. Ribuan rumah tidak layak, telah diperbaiki. Jalan-jalan kampung di paving. Rumah-rumah susun di Surabaya juga penuh ditempati warga Surabaya, karena harga sewa sangat murah, dan fasilitasnya memadai. Bahkan ribuan warga mengantre rumah susun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melalui program Kotaku yakni Kota Tanpa Kumuh, Kota Surabaya ditetapkan kawasan kumuhnya sudah 0 persen.
Yang sangat fenomenal adalah kebijakannya dalam menutup lokalisasi di Kota Surabaya. Meski berbagai ancaman silih berganti, termasuk ancaman pembunuhan, tapi dia tak pernah gentar untuk menutup enam lokalisasi.
Bu Risma berhasil menutup enam lokalisasi di Surabaya. Yaitu lokalisasi Dupak Bangunsari yang ditutup pada 21 Desember 2012, lokalisasi Tambak Asri ditutup pada 28 April 2013, Klakah Rejo ditutup pada 25 Agustus 2013, Sememi ditutup pada 22 Desember 2013, Jarak ditutup pada 18 Juni 2013 dan terakhir lokalisasi Dolly ditutup pada 14 Juni 2014.
Apakah setelah menutup lokalisasi, tugasnya selesai? Tidak. Bu Risma bersama jajaran Pemkot Surabaya tidak tinggal diam. Warga terdampak dilatih dan didampingi hingga sukses mengembangkan berbagai usahanya.
Tak heran jika di kawasan eks lokalisasi itu banyak berkembang UMKM dan perekonomian warga menjadi lebih baik hingga saat ini. Bahkan, beberapa waktu lalu sebelum mengakhiri jabatannya, dia meresmikan Sentra Wisata Kuliner di Eks Lokalisasi Dolly. Tentu ini menjadi kenang-kenangan yang luar biasa bagi warga setempat.
Tentang ruang terbuka hijau, jangan ditanya lagi. Bu Risma teramat sukses mengembangkan RTH di Surabaya. Sejak awal kepemimpinannya dan bahkan sebelum menjadi wali kota, ia selalu konsisten membangun taman dan ruang terbuka hijau. Ia juga pernah mencanangkan kota seribu taman bagi Kota Surabaya. Perlahan dia pmampu mewujudkannya.
Setidaknya, saat ini sudah ada sebanyak 573 taman kota yang tersebar di berbagai titik di Surabaya. Semua taman-taman itu berbeda-beda tema dan luasannya. Bahkan, ada taman yang merupakan bekas tempat pembuangan sampah (TPA), yaitu Taman Harmoni yang terus dipercantik hingga saat ini.
Jika ditotal, luas taman di seluruh Surabaya hingga 2020 sudah mencapai 1.651,24 hektare. Sementara luas ruang terbuka hijau (RTH) di Surabaya sudah mencapai 7.356,24 hektare atau 21,99 persen dari luas Kota Surabaya.
Artinya, RTH publik di Surabaya sudah di atas target minimal sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) PU nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Nampaknya, tidak ada yang menyangkal jika RTH di Surabaya sangat indah.
Berbagai inovasi dan kerja kerasnya itu akhirnya berbuah manis. Berbagai penghargaan nasional hingga internasional disapu bersih. Total penghargaan selama 2010-2020, sebanyak 317 penghargaan, baik penghargaan nasional maupun internasional.
Kini, Surabaya semakin mendunia dan sudah sejajar dengan kota-kota besar di dunia. Dan yang paling penting, legacy Bu Risma nampak dan nyata adanya. Dia bukan perempuan biasa, melainkan pemimpin yang berhati baja, pekerja keras, dan mempunyai dedikasi jelas pada rakyat.
Jika masih ada yang bilang, apa prestasi Bu Risma? Di mata saya, dia belum tahu Surabaya.
*Aprizaldi adalah Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) PDI Perjuangan Kota Surabaya