Bra Tidak Haram, Pamer Lekuk Tubuh yang Dilarang
Media sosial tengah dihebohkan dengan hukum perempuan Muslim memakai BH atau bra yang ditulis oleh TEMANSALIH.COM. Situs tersebut mengulas fatwa Arab Saudi soal hukum 'Bolehkah Akhwat Taaruf Tanpa BH?' yang kemudian ramai dibahas oleh netizen.
"Hukum seorang akhwat taaruf tanpa BH adalah boleh. Syaratnya, dia mengenakan tata busana yang menutupi seluruh tubuh dengan benar, kecuali bagian wajah dan telapak tangan. Akhwat yang berbusana tanpa BH tidak termasuk ke dalam hadis 'Berpakaian tapi Telanjang'," bunyi tulisan tersebut.
"Hukum memakai BH dalam Islam, memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi tampak dan membuat para perempuan tampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah. Wanita muslim tidak boleh memakai BH di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya," bunyi tulisan lainnya.
MUI
Ketua Bidang Fatwa MUI K.H. Afifuddin Muhajir mengingatkan agar perempuan selalu memakai pakaian sebagaimana mestinya. Dia secara peribadi juga tidak setuju dengan tulisan yang menjadi perdebatan itu.
"Keluar rumah tanpa pakai BH. BH baru dipakai ketika berada di tengah-tengah laki-laki yang bukan mahramnya. Janganlah. Perempuan tanpa BH kurang sempurna. Pesan untuk perempuan muslimah, pakailah busana penutup aurat," kata Afifuddin.
Di sisi lain, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi membantah anggapan bra haram. "Persoalannya itu bukan BH, persoalannya memamerkan lekuk tubuh wanita," katanya.
Masduki menyampaikan pemakaian BH harus dipandang dari segi kesehatan. Menurutnya, pakaian itu punya manfaat bagi kesehatan tubuh perempuan. Dia menilai fatwa yang disampaikan di media sosial tak mendalami permasalahan. Masduki menyebut fatwa itu hanya bersandar pada perspektif hawa nafsu.
"Kalau memandang dari sudut syahwat dan birahi, itu salah semua jadinya karena kita kan tidak melihat seperti itu," tuturnya.
Komnas Perempuan
Komnas Perempuan ikut angkat bicara. Argumentasi dalam tulisan tersebut tidak berdasar dan menjadikan perempuan sebagai objek seksual.
"Jelas kalau pemikiran-pemikiran itu melihat perempuan itu sebagai objek seksual. Karena seolah-olah apapun lekuk-lekuk tubuhnya itu menjadi sumber fitnah yang kemudian seolah-olah pantas untuk disalahkan, pantas untuk diatur, pantas untuk dibatasi," kata Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah kepada wartawan, Rabu 6 Oktober 2021.
Alimatul menilai argumen dalam tulisan tersebut tidaklah masuk akal dan kontekstual. Sebab, menurutnya, perempuan yang tidak mengenakan bra payudaranya tetap akan menjadi tampak.
"Alasannya membentuk lalu membawa fitnah, nggak masuk akal. Kalau saya alasannya perempuan tidak boleh pakai BH itu ndak membentuk itu lho. Wong dia nggak pakai BH aja membentuk kok. Jadi kalau alasannya itu tidak boleh pakai BH karena BH itu membentuk dan membawa fitnah dan mengundang gairah orang, itu malah justru sebenarnya perempuan itu kalau nggak pakai ya malah membentuk dan itu justru lebih menggairahkan," tutur Alimatul.
Menurut Alimatul, ada alasan tersembunyi di balik larangan menggunakan bra tersebut. Dia menilai, hal itu juga berkaitan dengan menjadikan perempuan sebagai objek seksual.
"Kadang-kadang bukan hanya persoalan ini ya yang saya lihat, argumentasinya bukan karena kalau pakai BH itu lalu menonjol. Bukan hanya itu, alasan mereka ada beberapa supaya suaminya kalau butuh itu anytime gitu lho, sehingga nggak perlu pakai apa-apa. Itu kan sampai ke situ juga. Jadi nggak pakai apa-apa itu salah satunya bukan hanya karena menonjol, tapi juga karena yang saya pernah dengar ya karena suaminya kalau mau kapanpun itu siap. Jadi seksual banget lah itu," ungkap dia.
"Jadi memang menurut saya, itu sesuatu yang tidak tepat, menjadikan perempuan sebagai objek, yang diatur hanya perempuan tetapi jarang sekali mereka kelompok-kelompok itu yang mengatur laki-lakinya. Bagaimana mata dia dsb," lanjut Alimatul.
Dia pun menilai larangan menggunakan bra agar tidak menimbulkan fitnah dan membuat payudara menjadi tampak itu tidaklah tepat. Alquran, lanjutnya, jelas tidak menjadikan perempuan sebagai objek.
"Sebenarnya kan kalau sama-sama mengacu pada kitab suci ya, landasan normatif, itu justru yang diperintah itu tundukkan pandangan lho. Bukan kemudian perempuannya yang objeknya. Tundukkan pandangan, dalam Alquran itu jelas. Kalau seandainya kita melihat perempuan cantik atau perempuan yang menggairahkan itu juga kemudian tidak pantas untuk dilecehkan. Saya selalu katakan kalau melihat perempuan yang cantik menarik itu ingatlah penciptanya, jangan berpikir untuk menguasainya, atau melecehkannya, atau menjadikannya sebagai objek seksual, begitu. Karena pandangan pertama nikmat, pandangan kedua laknat," kata Alimatul.
Advertisement