BPOM: Vaksin Nusantara ternyata Dominan Asing
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut jika Vaksin Nusantara yang didengungkan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ternyata peneliti Indonesia tak banyak berperan. Justru sebaliknya, yang banyak berperan adalah peneliti asing. Padahal Vaksin Nusantara ini digembor-gemborkan merupakan vaksin hasil karya anak bangsa. Namun kenyataannya justru vaksin ini lebih banyak dikembangkan oleh AVITA Biomedical asal Amerika Serikat.
Ucapan Kepala BPOM ini disampaikan saat dua dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis 8 April kemarin. Kata Penny, Dalam hasil uji klinis vaksin I ini, pembahasannya ternyata tim peneliti asinglah yang menjelaskan, yang membela dan berdiskusi, yang memproses, pada saat kita hearing. Dan terbukti proses pelaksanaan uji klinis, proses produksinya semua dilakukan tim peneliti asing tersebut.
"Tim peneliti dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang dan Universitas Diponegoro tak banyak berperan dalam uji klinis I vaksin tersebut. Mereka disebut lebih banyak menonton tim peneliti dari AS bekerja," kata Penny.
Selain persoalan tenaga ahli yang terlibat dalam menciptakan vaksin tersebut, Penny juga menyoroti soal komponen yang digunakan dalam vaksin tersebut. Kata Penny, komponen yang dipakai dalam Vaksin Nusantara itu sebagian besar masih harus impor dan harganya mahal.
Namun sayangnya, meski komponen itu harus diimpor dengan harga yang mahal, namun kenyataanya antigen yang digunakan dalam pengembangan vaksin tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia.
Penny juga menilai janggal karena konsep vaksinasi dendritik ini akan dilakukan di tempat terbuka. Ia mengatakan aktivitas yang memanfaatkan dendritik seharusnya dilakukan steril dan tertutup.
Ia menjelaskan proses pemanfaatan dendritik dilakukan dengan mengambil sampel darah setiap penerima vaksin untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari.
Setelah itu, baru hasilnya disuntik ke tubuh penerima vaksin. Sel dendritik tersebut diharapkan akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars Cov-2.
"Artinya harus ada rentetan validasi yang membuktikan bahwa produk tersebut sebelum dimasukkan ke subjek benar-benar steril, tidak terkontaminasi, dan itu tidak dipenuhi," katanya.
Sebelumnya, BPOM tidak memberikan izin kelanjutan proses pengembangan uji klinis tahap II pada Vaksin Nusantara. Akibatnya, pengembangan vaksin tersebut dihentikan sementara.
Munculnya nama Vaksin Nusantara ke muka publik pun banyak menuai pro dan kontra. Banyak klaim yang digadang-gadang tim peneliti pada vaksin tersebut. Mulai dari antibodi vaksin yang diklaim bertahan seumur hidup hingga vaksin aman untuk semua umur dengan komorbid.
Advertisement