BPOM: Produk Pangan Tak Penuhi Ketentuan Turun Jelang Lebaran
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melaporkan temuan sarana dan produk tidak memenuhi ketentuan (TMK) atau ilegal di Indonesia mengalami penurunan berdasarkan hasil pengawasan menjelang Lebaran 2022.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers yang digelar di Aula Gedung Bhineka Tunggal Ika BPOM RI Jakarta Pusat, Senin, mengatakan persentase penurunan TMK pada tahun ini berkisar 8,63 persen bila dibandingkan 2021.
"Dari 1.899 sarana peredaran yang diperiksa pada tahun ini, terdapat 601 (31,65 persen) sarana peredaran yang TMK karena menjual produk pangan rusak, kedaluwarsa, dan tanpa izin edar," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito.
Jumlah itu terdiri atas 576 sarana ritel, 22 distributor, dua gudang e-commerce, dan satu importir. Jumlah total temuan produk pangan TMK sebanyak 2.594 produk dengan jumlah keseluruhan 41.709 produk yang diperkirakan memiliki total nilai ekonomi mencapai Rp470 juta.
Dari total temuan itu, TMK terbanyak adalah pangan kedaluwarsa mencapai 57,16 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Manokwari, Kepulauan Tanimbar, Ambon, Manado, dan Rejang Lebong.
Sedangkan pangan tanpa izin edar sebanyak 37,80 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT Makassar, Tarakan, Bandung, Palembang, dan Rejang Lebong.
Hasil pengawasan juga menemukan produk pangan rusak sebanyak 5,03 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT di Manokwari, Ambon, Baubau, Yogyakarta dan Banyumas.
Lima jenis pangan tanpa izin edar terbanyak yang ditemukan adalah bahan tambahan pangan, bumbu siap pakai, makanan ringan ekstrudat, minuman berperasa, dan minuman serbuk kopi.
Sementara lima jenis temuan pangan kedaluwarsa terbanyak adalah bumbu siap pakai, minuman serbuk kopi, minuman serbuk berperasa, biskuit, dan produk roti.
Sedangkan untuk pangan rusak yang paling banyak ditemukan adalah Susu Kental Manis (SKM), saus, ikan dalam kaleng, susu ultra high temperature (UHT)/susu steril, dan biskuit.
Penny mengatakan untuk pangan jajanan berbuka puasa, hasil pengawasan pada 2022 menunjukkan dari 7.200 sampel yang diperiksa, sebanyak 109 sampel atau setara 1,51 persen mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan seperti formalin 0,72 persen, rhodamin B 0,45 persen, dan boraks 0,34 persen.
"Tidak ditemukan penyalahgunaan methanyl yellow (zat pewarna bahan) pada pangan yang diperiksa," katanya.
Pangan jajanan berbuka puasa atau takjil yang mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan juga mengalami penurunan sebesar 0,26 persen pada tahun ini.
“Penurunan tersebut tidak terlepas dari upaya yang telah dilakukan oleh BPOM bersama lintas sektor terkait, melalui komunikasi, informasi, dan edukasi, Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Program Pasar Aman Berbasis Komunitas, serta pendampingan kepada pelaku usaha di sarana produksi dan peredaran," katanya.
BPOM melaksanakan intensifikasi pengawasan pangan sejak 28 Maret hingga 6 Mei 2022 secara mandiri oleh 73 Unit BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun secara terpadu yang bekerja sama dengan perangkat daerah.
Intensifikasi pengawasan pangan dilakukan dengan tujuan melindungi masyarakat dari pangan olahan yang tidak aman.