BPJN XVII Manokwari Atasi Kesulitan di KM 96,9 Oransbari-Ransiki
Butuh waktu sekitar 2 jam dari pusat Kota Manokwari untukmenuju di kilometer (KM) 96,9 di Trans Papua Barat ruas Bintuni-Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) yang terjadi longsor.
Itu pun jika ditempuh dalam kondisi normal. Misalnya tidak terjadi kendala seperti terjebak pada sistem buka-tutup yang diterapkan di KM 50 tempat penanganan longsor pertama. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kendala itu tak segera diatasi oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XVII Manokwari.
Namun berbeda dengan faktor penyebab di KM 50 yang terancam abrasi dari Samudera Pasifik dan longsor dari tebing Gunung Sayori, penyebab longsor di ruas jalan tepat jelang tanjakan Oransbari-Ransiki di Gunung Membab akibat pergerakan dan penurunan tanah lempung.
Sifat tanah lempung sebagai pondasi yang tidak stabil membuat jalan yang sudah dibangun kerap rusak.Kondisi ini sebenarnya sudah diketahui sejak awal Trans Papua Segmen 1 dimulai.
“Sudah ada penanganan darurat sebelumnya. Di titik itu sudah digali tiga meter dan kami pasang geotekstil di bawahnya sebagai alat penyaring air sebelum dilapisi dengan material lain. Ternyata air masih saja tembus ke lapisan tanah lempung ketika musim hujan sehingga terjadi pergerakan dan penurunan badan jalan,” terang Paimin ST PPK.1.01 Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Manokwari, sebagai pejabat yang berwenang menangani kendala dan hambatan di wilayah ruas Bintuni-Mansel, Kamis 22 November 2018.
Namun penanganan darurat itu hanya berumur singkat. Karenanya, untuk menghilangkan gangguan pergerakan tanah lempung agar kenyamanan dan keselamatan pengguna Trans Papua Barat terjaga, pada tahun anggaran (TA) 2018 penanganan titik longsor di KM 96,9 Oransbari-Ransiki, mulai digarap permanen.
“Paket ini sudah berjalan awal Oktober 2018 dan 31 Desember harus sudah selesai. Memang satu-satunya solusi, lempung itu harus dibuang diganti dengan material tanah baru,” kata pria asal Klaten Jawa Tengah tersebut sembari menunjukkan proses penggalian tanah lempung di lokasi.
Nurul Hidayanto, kontraktor paket di KM 96,9 mengatakan, proses pengerjaan sudah memasuki penggalian hingga kedalaman 15 meter. Ini dilakukan untuk menghilangkan lapisan tanah lempung di area sepanjang 60 meter.
Melihat desain pengerjaan yang ditunjukkan, jika sudah jadi lebar jalan bertambah dan di sisi jurang akan diperkuat dengan bahan cor pada bahu jalannya.
“Setelah lapisan lempung diangkat, kami akan gantikan dengan material tanah padat, pasir dan batu sebelum ditutup dengan lapisan geokomposit dan kembali dipadatkan dengan batu dan pasir. Dari bahan-bahan itu, hanya geokomposit yang didatangkan dari Jakarta. Selebihnya, bahan baku bisa didatangkan dari Manokwari,” kata kontraktor muda lulusan Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Berbeda dengan geotekstil, geokomposit yang secara fungsi sama-sama sebagai penyaring agar aliran air di dalam tanah tidak ikut membawa material pondasi, lebih rapat komponennya dilengkapi dengan tulangan.
Sedangkan sisi jalan ke jurang dan ke atas, nantinya akan dibuat model trap sebagai antisipasi longsor susulan sekaligus estetika. “Lebarnya nanti bertambah dan bisa menjadi titik poin istirahat sebelum menanjak ke Ransiki,” tutupnya. (gem)
Advertisement