BP2MI Sebut 5,3 Juta Pekerja Migran Indonesia Ilegal
Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengatakan pemerintah daerah mayoritas belum menjalankan amanat undang-undang perlindungan pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini terbukti, daerah banyak yang belum menganggarkkan biaya sertifikasi bagi calon PMI.
Untuk itu, dalam menjalankan amanat UUU nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran daerah harus menganggarkan biaya sertifikasi bagi calon Pekerja Migran Indonesia (PMI).
"Data terakhir world bank menyebut, ada sekitar 9 juta PMI. Namun, hanya 3,7 juta yang tercatat resmi. Sehingga ada 5,3 juta atau 80 persen merupakan PMI ilegal yang diberangkatkan oleh para sindikat," kata Benny usai menggelar sosialisasi UU Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja Migran di Sekretarian Pertakina Desa Dayu Kecamatan Nglegok, Blitar, Jumat, 19 Maret 2021.
Lanjut Benny, dalam UU no 18 Tahun 2017 ada implementasi sangat progresif yang dilakukan pemerintah. Jika dulu pemerintah hanya melindungi PMI, namun sekarang pemerintah juga melindungi keluarga PMI.
Dulu perlindungan hanya diberikan setelah PMI bekerja. Sekarang, negara melindungi PMI dan keluarganya sebelum, saat dan setelah bekerja.
"Implementasinya, kami akan bentuk Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM) di 260 kabupaten/kota. Selain itu, mulai dari desa, kab/kota harus memberikan pengumuman bagi warganya yang berminat bekerja di luar negeri untuk datang ke dinas. Agar mereka mendapat informasi yang benar. Termasuk kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan negara yang bersangkutan," katanya.
Menurut Benny, masih banyaknya warga yang terjebak menjadi PMI ilegal. Ini merupakan kesalahan negara yang selama ini belum turun untuk memberikan informasi itu.
Ini artinya, mulai dari desa hingga kab/kota harus bergerak bersama memberikan informasi itu dan memberikan pelatihan serta pendidikan sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Benny menambahkan mandat dalam pasal 40 UU no 18 Tahun 2017 disebutkan, penyelenggaraan pendidikan calon PMI menjadi tanggung jawab pemprov. Kemudian di pasal 41 disebutkan juga, kewajiban pendidikan calon PMI menjadi tanggung jawab pemda kab/kota.
"Ini undang-undang sudah berlaku selama 3 tahun 4 bulan lho ya. Tapi belum ada kab/kota yang melaksanakannya. Hanya Pemprov Jatim yang sudah. Kalau daerah tidak melaksanakan apa yang diamanatkan UU, ini bisa dikatakan pembangkangan. Yang saya sesalkan, masyarakatnya jadi korban diberangkatkan para sindikat," katanya.
Selama ini, PMI menyumbang devisa negara sebesar Rp159 triliun. Angka ini menjadi urutan kedua setelah sektor migas. Dari angka itu, sebanyak Rp33 trilyun masuk ke Jatim.
Melalui APBD Provinsi Jatim Tahun 2021, telah dianggarkan program Bantuan Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Bagi Calon Pekerja Migran Indonesia sebesar Rp7,9 Miliar.
Selama ini, jika PMI bermasalah semua pembiayaan untuk pulang ke rumahnya sudah ditanggung pemerintah pusat. Kata Benny, tidak fair jika pihak-pihak yang mengkapitalisasi suara-suara mereka untuk kepentingan politik elektoral dari para keluarga PMI yang sangat besar. Sementara politik anggaran pemda tidak pernah diwujudkan untuk mereka.
"Kami berharap sikap fair semua pihak, termasuk pemda. Ya mbok itu masyarakatnya, keluarganya ikut menyumbang pajak. Ya mbok kalau keluarga PMI itu ikut menentukan seseorang terpilih di pemilu pimpinan daerah atau legislatif. Ya mbok yang devisanya masuk juga ke daerah. Kita uruslah pendidikan dan pelatihan mereka," katanya.