Bongkar Kejahatan AS di Afghanistan, Jaksa ICC Disanksi
Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court, ICC), Fatou Bensouda, membuat marah pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Perempuan berusia 59 tahun, warga Gambia ini, mengusik AS dengan membuka penyelidikan atas kejahatan yang diduga dilakukan tentara Amerika di Afghanistan.
Secara resmi, Amerika mengumumkan sanksi terhadap Fatou Bensouda. Dalam pengarahan hari Rabu 2 September 2020, di Departemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengumumkan sanksi terhadap Bensouda.
Ia menambahkan, setiap individu atau entitas yang membantunya secara materi juga akan dikenakan sanksi.
Pada Juni 2020, Presiden Amerika Donald Trump mengeluarkan keputusan yang mengesahkan sanksi terhadap "pejabat, karyawan, dan agen-agen, serta anggota keluarga dekat mereka" yang bekerja di ICC.
"Serangan-serangan ini menambah ketegangan. Ini adalah upaya yang tidak bisa diterima untuk mengacaukan supremasi hukum dan proses peradilan," kata Bensouda, dikutip dari VOA.
Nama Bensouda telah ditambahkan dalam daftar orang yang terkena sanksi, kata Departemen Keuangan Amerika dalam rilis hari Rabu.
Sementara itu, Jaksa International Criminal Court - ICC - bertekad "tetap teguh" meskipun Presiden Amerika Donald Trump mengesahkan sanksi terhadap pengadilan kejahatan internasional itu, yang menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh tentara Amerika di Afghanistan.
Perempuan asal Gambia, mengatakan misinya menuntut penjahat perang internasional, tidak akan goyah.
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo mencatat, Amerika tidak setuju pada pengadilan itu dan memperingatkan sekutunya, negara-negara anggota NATO, bahwa mereka pun bisa menjadi sasaran ICC atas tindakan mereka di Afghanistan.
Bulan Maret 2020, ketika penyelidikan ICC pertama kali disahkan, Pompeo mengecam dan menilai pengadilan itu bermotivasi politik dan bertekad mengambil "semua langkah yang perlu" guna melindungi warga negara Amerika.
Sanksi bisa berupa pembatasan keuangan dan perjalanan terhadap karyawan ICC dan keluarga mereka. Jaksa Agung Amerika William Barr juga telah mengumumkan Departemen Kehakiman memiliki bukti korupsi di kantor kejaksaan ICC tetapi belum mengurainya secara terbuka.