Bonbin Mini Probolinggo Disarankan Berikon Aves
Pada 1990-an, kawasan Joboan, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo dikenal sebagai "daerah hitam". Saat itu, di kawasan "luar" (Jawa: Joboan) yang berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo itu bercokol lokalisasi penjaja seks komersial (PSK).
Pada 2003, Pemkot Probolinggo menutup tempat prostitusi di Jalan Basuki Rachmad itu. Kawasan seluas 2,4 hektare (ha) itu kemudian dijadikan hutan kota atau Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pada 2006, Walikota HM. Buchori merintis Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL) di kawasan RTH tersebut. Lahan RTH ditanami aneka tumbuhan seperti, sengon, waru gunung, jabon, dan lain-lain.
Selain itu sejumlah burung merpati ditempatkan pada sejumlah pagupon di TWSL. Koleksi satwa terus bertambah seiring dengan banyaknya warga yang menyumbangkan satwanya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), lembaga yang mengelola TWSL.
Banyaknya satwa membuat TWSL akhirnya dikenal sebagai kebon binatang (bonbin) mini. Masyarakat pun semakin tertarik untuk berkunjung ke bonbin mini untuk berwisata sekaligus belajar seputar lingkungan hidup.
Kini, berselang 18 tahun setelah bonbin mini berdiri, koleksi satwanya semakin banyak. Sekitar 270 satwa dalam 80 spesies dipelihara di bonbin mini tersebut.
Sisi lain, bonbin mini tersebut belum memiliki ikon satwa. Akhirnya muncul ide menarik dilontarkan Pj Walikota Probolinggo, Nurkholis agar bonbin itu semakin terkenal.
Pj Walikota meminta TWSL menonjolkan aves sebagai ikon bonbin. Aves adalah sekelompok hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap atau biasa dikenal sebagai burung.
Hal tersebut disampaikan Nurkholis saat berkunjung ke TWSL, Minggu, 10 Maret 2024 lalu. Selain itu bangunan bonbin perlu dibenahi.
Pria kelahiran Banyuwangi itu menyarankan, perlu ada sedikit perbaikan pada pintu masuk. Pintu gerbang harus dibuat lapang dengan lebar sekitar empat meter.
"Kemudian tulisan 'TWSL' juga harus dibuat semenarik mungkin," ujarnya.
Selain itu, lanjut Nurkholis, jalan paving di dalam TWSL harus ramah disabilitas. Paving yang dipasang hendaknya berwarna kombinasi.
"Sehingga manambah nilai estetika, ketika ada kendaraan melintas dapat terlihat dari jauh keindahan tampilan depan TWSL," katanya.
Saat berkeliling TWSL, Nurkholis juga menyampaikan, bonbin itu harus memiliki hal yang spesifik. Disarankan, TWSL yang mengoleksi banyak aves itu semakin menambah koleksinya sehingga menjadi ikon bonbin.
Pj walikota juga menyarakan, TWSL yang miliki lahan sekitar 2,4 ha itu dimanfaatkan dengan baik. Lahan yang masih kosong bisa digunakan untuk wisata petik buah seperti, mangga, anggur, dan lainnya.
"Perluasan TWSL itu akan lebih baik jika dapat menembus pantai utara," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo, Retno Wandasari mengaku, merespon positif masukan Pj Walikota. DLH akan segera merealisasikan dengan mempercantik TWSL.
DLH mencatat, pada Januari sampai Maret 2024, TWSL dikunjungi sekitar 8.000 orang. Sehingga retribusi masuk TWSL bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).