Bom Bunuh Diri Libatkan Anak-Anak
Martir bom bunuh diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya dilakukan oleh seorang perempuan yang membawa putrinya usia Sekolah Dasar, ini pertama kali terjadi di Indonesia.
Pengamat Terorisme dari Universitas Malikussaleh, Lhoksumawe, Aceh, Al Chaidar meminta pemerintah mengantisipasi adanya gelombang bom bunuh yang dilakukan oleh perempuan dan anak-anak.
“Martir bom bunuh diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya dilakukan oleh seorang perempuan yang membawa dua anaknya ini pertama kali terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Penggunaan anak-anak sebagai ‘martir’ oleh ISIS, menurut Al Chaidar sudah dilakukan sejak lama. ISIS ingin menanamkan pemikiran jihad kepada anak-anak untuk melawan Barat.
“Ya sudah lama. Mereka ingin melawan Barat dengan menggunakan anak-anak, juga untuk melatih mereka berjihad,” tutur Al Chaidar.
Penggunaan anak-anak oleh ISIS bukan karena kekurangan personel. Tapi ISIS ingin membenamkan doktrin jihad dan janji Surga ke dalam pikiran sedari anak-anak. Selain itu, mereka juga mendoktrin anak-anak bahwa berjihad akan memberi Syafaat kepada keluarganya.
“Itu kepercayaan mereka. Ini biasa terdapat pada gerakan-gerakan millenarian,” terang mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) ini.
Al Chaidar menjelaskan, anak-anak oleh ISIS memang disiapkan untuk menjadi ‘martir’ dan pasukan pejuang di masa mendatang. Mereka menginventarisasi anak-anak untuk kemudian dilatih dan dikaderisasi sebagai pejuang cilik.
Pelaku pemboman tiga gereja di Surabaya pada Minggu pagi (13/5) dilakukan oleh satu keluarga. Dita Supriyanto, kelahiran pada 9 September 1971, mengajak sang istri, Puji Kuswati dalam aksi bom bunuh diri. Bahkan, wanita kelahiran 16 Juni 1975 itu membawa kedua putri ciliknya, Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita (9) saat pemboman di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro.
Sedangkan dua anak remaja laki-laki pasangan Dita dan Puji mendapat ‘tugas’ untuk meledakkan Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) di Jalan Ngagel. Kakak beradik ini berboncengan sepeda motor.
Sang kakak diketahui bernama Yusuf Fadhil lahir 25 November 2000. Adiknya Firman Halim kelahiran 13 Oktober 2002.
Satu keluarga ini disebut Kapolri Jenderal Tito Karnavian baru pulang ‘sekolah’ dari Suriah. Mereka ke Suriah bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia. Mereka di ISIS belajar strategi teror, kemiliteran dan membuat bom.
Sebelumnya, seorang bocah asal Indonesia, Hatf Saiful Rasul dikabarkan tewas dalam serangan udara di Suriah pada 1 September 2016 silam. Bocah 12 tahun itu merupakan salah satu dari banyak anak-anak yang menjadi pasukan petarung ISIS di medan perang.
Bicara Hath Saiful Rasul maka tak lepas dari sang ayah, Syaiful Anam yang merupakan narapidana kasus terorisme.
Pria berusia 36 tahun itu memiliki tiga nama samaran, yakni Brekele, Mujadid, dan Idris. Ia ditangkap personel tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri atas serangan teror bom rakitan di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah pada 28 Mei 2005.
Syaiful sendiri diketahui telah memberangkat keluarganya ke Suriah untuk mendukung perjuangan ISIS sejak lama, yakni sekitar tahun 2015. (Antara)
Advertisement