Bolehkah Perempuan Mukmin Menikahi Lelaki Pezina? (2-habis)
Adapun laki-laki dan perempuan yang pernah berzina dan telah bertaubat, kemudian menikah dengan orang mukmin atau mukminah, hal itu dibenarkan. Apabila sesudah pernikahan masih juga berbuat zina, maka kepada pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan talak (untuk suami) atau cerai gugat (untuk istri) dengan alasan zina.
Hal itu, sesuai dengan KHI Pasal 116 j.o. Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/1975 pasal 19 (a) yang berbunyi: “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”.
Pengajuan permohonan talak atau cerai gugat tersebut ditujukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal istri, sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 66 ayat (1):
“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak” j.o. KHI pasal 129 dan Pasal 73 ayat (1): “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat” j.o. KHI pasal 132 ayat (1).
Selanjutnya Majelis Tarjih berpendapat pula bahwa, meskipun pernikahan seorang muslimah yang baik dengan lelaki muslim yang pezina dan pernikahan seorang muslimah yang pezina dengan lelaki muslim yang baik itu tercela dan tidak pantas, selagi orang yang berzina tersebut belum bertaubat, namun pernikahan tersebut tetap sah, sesuai dengan ayat berikut:
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian* di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS. an-Nur (24): 32]
Maksudnya dari ayat di atas yakni hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Hal itu juga sesuai dengan hadis berikut, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:Yang haram itu tidak mengharamkan yang halal.” [HR. al-Baihaqi, ad-Daruquthni dan Ibn Majah]
Akan tetapi, seorang laki-laki muslim haram menikahi seorang perempuan yang musyrikah, walaupun musyrikah ini orang baik-baik (bukan pezina). Demikian pula seorang laki-laki musyrik haram menikahi seorang perempuan muslimah, meskipun muslimah ini orang yang suka berzina. Pernikahan tersebut semuanya tidak sah hukumnya.
Berdasarkan firman Allah:
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [QS. al-Baqarah (2): 221]
Demikian jawaban dari Tim Fatwa Tarjih, perlu kiranya ditegaskan di sini bahwa fatwa-fatwa terdahulu yang berkaitan dengan masalah pernikahan wanita hamil dan nasab anak zina telah disempurnakan dengan fatwa ini.
Sumber : https://tarjih.or.id/bolehlah-mukminah-muslimah-yang-baik-menikahi-lelaki-pezina/