Bocah SMP Ngebet Nikah
Usia calon pengantin (cantin) pria, Syamsuddin baru 15 tahun 10 bulan dan Fitrah Ayu masih 14 tahun 9 bulan.
Mereka pun telah mendaftarkan perkawinan itu ke KUA Kecamatan Bantaeng, Sulawesi Selatan dan mengikuti bimbingan perkawinan, Selasa 14 April 2018 lalu.
Pasangan belia itu sempat ditolak lantaran usia mereka belum cukup. Tapi rupanya keluarga mereka mengajukan dispensasi dan disetujui oleh Pengadilan Agama setempat.
Karena dispensasi itu, tidak ada lagi alasan pihak KUA untuk menolak permohonan pernikahan kedua sejoli yang tengah dimabuk cinta itu.
Tak ada kejanggalan dari alasan pernikahan dini Syamsuddin dan Fitrah tersebut. Bukan karena dijodohkan ataupun si wanita tengah berbadan dua, tapi memang keinginan kuat keduanya. Ditambah Fitrah diketahui takut tidur sendiri.
Ibu kandung Fitrah sudah meninggal dunia. Sementara ayahnya, M Idrus Saleh sering keluar daerah mencari nafkah hingga dua bulan.
“Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Tapi tinggalnya pisah-pisah. Ada sama nenek, ada juga sama tante. Kalau saya sendiri (di rumah orang tuanya),” cerita Fitrah.
Dia mengaku mengutarakan niatnya untuk membangun rumah tangga agar ada yang menemaninya.
“Saat saya bilang mau menikah, bapakku bilang, ‘masih kecil’. Tapi saya bilang hidup sendiri ditinggal bapak kerja’. Hingga akhirnya disetujui, supaya juga ada yang jaga,” tutur Fitrah.
Fitrah saat ini duduk di bangku kelas dua SLTP, bahkan dikenal berprestasi oleh teman sekelasnya. Namun, ia mengaku tidak akan melanjutkan sekolah lagi usai menikah. Ia hanya berencana ikut ujian Paket B agar bisa dapat ijazah.
Syamsuddin mengaku akan bekerja keras untuk menghidupi istrinya lagi. Remaja yang berhenti sekolah saat kelas 5 SD ini mengaku tidak ingin lagi melanjutkan sekolah.
“Kalau saya hanya ingin fokus kerja saja,” kata bocah yang beralamat di Desa Bonto Tiro, Kecamatan Bissappu, Bantaeng.
Bagaimana ceritanya hingga Fitrah dan Syamsuddin kebelet menikah di usia sangat belia? Awalnya, mereka dikenalkan oleh salah seorang rekannya. “Ada teman yang kenalin saya sama Fitria. Saya jemput dia pulang sekolah,” tutur Syamsuddin.
Dari situ, komunikasi kedua pasangan muda ini pun berlanjut di media sosial Facebook. “Komunikasi di Facebook. Kemudian satu bulan lamanya pedekate (pendekatan), kemudian jadian (pacaran),” bebernya.
Tak seperti kebanyakan pria, Syamsuddin tak main-main. Setelah merasa cocok, Fitrah diperkenalkan dengan orang tuanya. “Jadian selama lima bulan, baru memutuskan untuk menikah,” lanjut dia.
Prosesi lamaran dilakukan ibunda Syamsuddin, Sannah. Meski belum menikah secara resmi, pasangan ini mengaku telah melangsungkan resepsi pernikahan, 1 Maret 2018.
Meski masih tergolong kanak-kanak, lamaran Syamsuddin kepada wanita pujaannya tidak berbeda dengan pernikahan kebanyakan.
Dalam tradisi masyarakat Sulawesi Selatan, uang panaik kerap juga disebut uang belanja. Uang itu biasanya dipakai untuk membiayai resepsi pernikahan di rumah pengantin wanita. Uang panaik tidak termasuk biaya resepsi di rumah pengantin laki-laki lain lagi.
Makanya, pengantin laki-laki harus menyiapkan dana besar karena harus membiayai dua pesta sekaligus.
Sementara mahar yang menjadi syarat dalam agama, kebanyakan berbentuk barang tidak bergerak, misalnya tanah.
Lalu, berapa uang panaik Syamsuddin kepada Fitrah? Sannah mengatakan, pihaknya menyerahkan uang Rp10 juta kepada calon menantunya itu. “Ada juga beras 200 liter dan tanah lima are,” imbuh Sannah.
Sayangnya, impian indah Syamsuddin dan Fitrah bubar. Mereka batal menikah hari ini, Senin 16 April 2018, hanya gara-gara camat setempat tidak bisa tanda tangan dispensasi. Wajah pasangan belia itu pun berubah murung.
Penghulu fungsional KUA Kecamatan Bantaeng, Syarif Hidayat mengatakan, ijab kabul belum bisa dilaksanakan bukan karena faktor usia. Sesuai ketentuan, pendaftaran dan waktu pelaksanaan akad nikah harus berjarak 10 hari. “Kurang dari itu, harus ada dispensasi dari kecamatan,” jelas Syarif.
Menurut Syarif, surat dispensasi dari Pengadilan Agama berbeda dengan dispensasi camat. “Kalau dispensasi dari Pengadilan Agama itu izin untuk boleh menikah di bawah umur,” ujarnya.
Meski demikian, pasangan belia itu tidak perlu khawatir. Jika jarak pendaftaran sudah mencapai 10 hari, maka ijab kabul sudah bisa dilaksanakan walaupun tidak ada dispensasi dari camat.
“Kalau tidak dilaksanakan hari ini, hari Senin depan juga sudah bisa (ijab kabul), tanpa dispensasi dari kecamatan,” terang Abu Ahmad, sapaan Syarif Hidayat.
Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi prosedur pelayanan dalam kelengkapan berkas. “Jadi ini bukan masalah umurnya, tetapi rentang waktu pendaftaran pernikahan dan pelaksanaan ijab kabul,” katanya.
Setelah mendaftar, KUA akan mengumumkan kehendak nikah atau yang dikenal dengan format model NC. “Dalam masa itu, kita umumkan, jika ada yang menyatakan keberatan, itu bisa,” pungkasnya.
Rencana pernikahan kedua bocah ini sebelumnya sempat viral di media sosial lantaran umur keduanya yang masih terbilang sangat muda. Usia kedua bocah ini disebut belum memasuki usia dewasa yang diperbolehkan menikah sesuai undang-undang. (*)