BNPT Sebut 600 Akun Medsos Terindikasi Radikal dan Ancaman Teror
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sedikitnya 600 akun media sosial terindikasi radikal sepanjang 2021. Selain itu, ada pula ancaman teror dari lone wolf serta kepulangan warga negara Indonesia (WNI) yang tergabung dengan pejuang terori di luar negeri.
Akun Terindikasi Radikal
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam rapat di Komisi III DPR menyampaikan jika pihaknya melakukan pengawasan bersama sejumlah lembaga, di antaranya Kominfo, kepolisian, BSSN, dan BIN. "Kami telah mencatat setidaknya ada 600 akun berpotensi radikal," kata Boy, dikutip dari cnnindonesia.com, Selasa 25 Januari 2022.
Boy kemudian merinci, sebanyak 409 akun di antaranya berisi konten informasi serangan. Lalu, 147 konten bertema anti-NKRI, tujuh konten intoleran, dan dua konten atau akun lain terkait paham takfiri.
Selain akun terindikasi Radikal, Boy juga menemukan 40 akun yang menggalang dana untuk kegiatan terorisme. Ada pula 13 akun terkait pelatihan terorisme.
"Karena pendanaan terorisme di dunia maya dengan platform yang ada cukup dominan akhir-akhir ini, yaitu ada 40 konten, dan konten berkaitan dengan pelatihan 13 konten," katanya.
Ancaman Lone Wolf
Selain itu, di kesempatan yang sama, Boy juga menyebut jika ancaman teroris masih akan muncul di Indonesia. Hal itu berkaitan dengan kepulangan WNI yang tergabung sebagai foreign terrorist fighter (FTF) di luar negeri ke Tanah Air melalui jalur ilegal.
FTF bisa memasuki Indonesia melalui jalur ilegal seperti pelabuhan-pelabuhan kecil karena tidak perlu menunjukkan identitas lengkap.
Ancaman lain adalah fenomena teror seorang diri atau lone-wolf juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir imbas penyebaran paham radikalisme di media sosial.
"Ini juga cukup meningkat berkaitan dengan penyebarluasan paham radikalisme di sosial media sehingga seorang diri di antara warga negara kita ini telah berapa kali menjadi pelaku terorisme," kata Boy dikutip dari kompas.com, Selasa 25 Januari 2022.
Potensi ancaman lain juga serangan terhadap simbol negara, pemanfaatan media sosial serta penyusupan jaringan teror ke lembaga pemerintah.
Menurut Boy, ada dugaan bahwa kelompok teroris ingin mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang bekerja di sektor pemerintahan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), agar dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh negara.
Ia pun menegaskan jika pihaknya melakukan upaya pencegahan bersama dengan lembaga negara lainnya.
Advertisement