BNN Usulkan Daun Kratom Masuk Daftar Narkotika
Baru-baru ini Badan Narkotika Nasional (BNN) meminta agar Kementerian Kesehatan menetapkan daun kratom atau Mitragyna Speciosa sebagai narkotika golongan I. Menurut BNN, daun kratom itu memiliki efek psikotropika yang bisa mempengaruhi mental dan perilaku pemakainya.
Biasanya, daun kratom dikeringkan dan dihaluskan sebelum dikonsumsi. Ada yang mengisapnya seperti rokok, diseduh menjadi teh, atau memasukkannya ke dalam kapsul.
“Saat ini kami sedang meminta Kemenkes untuk memasukkannya ke golongan I. Bahayanya 10 kali lipat dari kokain atau ganja,” kata Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Yunis Farida Oktoris Triana.
Kratom adalah tumbuhan asli Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua Nugini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sudah memasukkan kratom sebagai tanaman endemik. Di Kalimantan Barat, kratom membantu menahan abrasi sungai.
Marc Swogger, profesor psikiatri di University of Rochester Medical Center, New York, Amerika Serikat, pernah melakukan riset atas daun kratom. Risetnya telah dipublikasikan di J Psychoactive Drugs pada November 2015. Ia menjelaskan, bahwa alasan utama orang menggunakan daun kratom adalah untuk membantu menghilangkan rasa sakit.
Menurut Swogger, kratom mungkin memiliki kemampuan analgesik dan penghilang rasa sakit yang baik. Ia menambahkan, banyak orang menggunakan kratom untuk membantu mereka berhenti menggunakan obat-obatan terlarang lainnya, terutama opium.
"Ada orang-orang yang mengaku menggunakan kratom untuk meringankan simtom berhenti pakai opium, dan banyak yang mengindikasikan bahwa mereka sukses berhenti memakai opium," jelas Swogger, seperti dilansir Live Science.
Pada dosis rendah, jelas Swogger, kratom diduga memberikan efek stimulasi pada tubuh, sementara efek menenangkan pada dosis yang lebih tinggi.
Dia menambahkan, orang-orang yang menggunakan kratom melaporkan bahwa mereka merasakan efek penghilang rasa sakit yang tidak membuat mereka kehilangan kesadaran.
Tetapi, senyawa 7-hydroxymitragine yang ditemukan pada kratom ternyata adalah penghilang rasa sakit yang lebih kuat dibanding morfin. Artinya, jika digunakan berlebihan, maka ada potensi berbahaya bagi tubuh.
Sebuah riset lain yang dipublikasikan di jurnal Life Sciences menemukan bahwa kratom tidak menyebabkan candu. Tapi, riset ini baru mempelajari efek kratom pada tikus.
Adapun Penegak Hukum Narkoba Pemerintah AS atau Drug Enforcement Administration (DEA) menyatakan, kratom memiliki sifat adiktif.
Kratom memberikan efek samping serupa dengan penggunaan zat candu lainnya. Efek samping seperti sakit perut, muntah-muntah, gatal, dan sedasi ringan, bisa dirasakan penggunanya.
Namun, dampak itu masih lebih ringan, jika dibandingkan dengan efek samping dari penggunaan zat candu lainnya.