BMKG: Tak Ada Kaitan Covid-19 Varian Omicron dengan Polusi Udara
Seorang pegiat media sosial Babeh Aldo atau Mohamad Ali Ridlo Assegaf mengeluarkan pernyataan bahwa kondisi yang terjadi di Indonesia bukanlah pandemi Covid-19. Dia menyebut ada peningkatan polusi udara yang terjadi saat ini.
"Di saat pemerintah mengatakan akan ada gelombang omicron, kami menyelidiki bahwa tingkat polusi udara sekarang lagi meningkat," kata Babeh Aldo dalam video diduga diambil saat Babe Aldo dan beberapa elemen masyarakat melakukan aksi demonstrasi di Kementerian Kesehatan di Jakarta.
"PM (disebut juga polusi partikel) 2,5 sangat bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, ISPA namanya. Ya bisa menyebabkan anosmia, badai sitokin, apa yang disebut Covid-19 itu bisa disebabkan oleh PM2,5," sambungnya.
Plt Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko menjelaskan, peningkatan konsentrasi PM 2,5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.
"Paparan terhadap konsentrasi PM 2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama," kata Urip dalam keterangan resminya.
BMKG mengaku muncul kesalahpahaman informasi yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan Covid-19. Dia menilai perlu ada yang meluruskan soal kondisi monitoring PM 2,5 dengan dampak dan keterkaitannya terhadap Covid-19.
"Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan Covid-19. Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM 2.5 sebagai penyebab Covid-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat," sambungnya.
Urip juga menyebut ada perbedaan data antara konsentrasi harian PM 2,5 dan jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta per 1 Januari sampai 6 Februari 2020. Data memperlihatkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM 2,5.
"Lonjakan konsentrasi PM 2,5 yang terjadi misalnya di tanggal 5, 16, dan 30 Januari tidak seiring dengan penambahan kasus positif Covid-19 sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM 2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak sesuai," kata Urip.
Namun BMKG mengingatkan paparan konsentrasi PM 2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien Covid-19. Khususnya bagi pasien Covid-19 yang memiliki komorbid gangguan saluran pernapasan.
"Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM 2,5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari Covid-19," kata Urip.