BMKG Perkuat Mitigasi Bencana di Blitar Antisipasi Tsunami
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati melaksanakan kunjungan kerja ke Blitar. Hal ini dalam rangka melakukan koordinasi kesiapan mitigasi bencana alam gempa bumi dan tsunami. Seperti ramai diberitakan, hasil kajian ilmiah menyebut adanya potensi gempa bumi magnitudo 8,6 yang bisa mengakibatkan tsunami di wilayah pantai selatan Provinsi Jawa Timur.
"Tujuan kami ke sini adalah untuk lebih mempererat koordinasi dan sinergi dalam rangka memitigasi potensi, potensi terjadinya gempa bumi yang dapat membangkitkan tsunami," ujar Dwikorita kepada wartawan di Pendopo Ronggo Hadinegoro Kabupaten Blitar, Selasa 8 Juni 2021.
Dalam kunjungannya berdialog dengan Bupati Blitar Rini Syarifah, Dwikorita didampingi oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setyo Prayitno. Tim BMKG, bersama dinas terkait akan ikut melakukan pemetaan jalur-jalur evakuasi di sepanjang pesisir pantai selatan Kabupaten Blitar.
"Kami akan koordinasi menyiapkan jalur evakuasi. Lewat mana masyarakat evakuasi, jalur mana yang tercepat untuk mencapai tempat yang aman," tutur Dwikorita.
Bersama pemerintah daerah, pihaknya juga akan menyiapkan shelter (tempat perlindungan) yang aman bagi masyarakat, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun yang didirikan secara mandiri oleh masyarakat.
“Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi masyarakat agar tidak panik dan memahami bagaimana persiapan seandainya sewaktu-waktu terjadi gempa diikuti gelombang tsunami,” demikian penjelasan Dwikorita.
Seiring hal tersebut, kepala daerah bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diharapkan sudah memulai mempersiapkan simulasi mencari tempat yang aman dan jalur evakuasi atau evakuasi mandiri.
Dwikorita juga menjelaskan, pemerintah daerah perlu memeriksa apakah bangunan rumah dan bangunan fasilitas publik sudah dibangun dengan standar tertentu sehingga tahan gempa. “Penting untuk memastikan bahwa bangunan fasilitas publik khususnya rumah sakit memiliki kekuatan menahan gempa bumi sehingga pelayanan kesehatan tidak akan terganggu ketika terjadi bencana,” jelasnya.
Kesiapan menghadapi bencana alam, kesiapan dalam memitigasi bencana gempa dan tsunami, lanjut Dwikorita, penting dilakukan meski tidak ada kepastian kapan dan di mana bencana alam akan terjadi. Dia mencontohkan, bangsa Jepang yang memiliki kesiapan budaya yang kuat menghadapi alam khususnya gempa bumi dan tsunami.
"Jangan karena bersifat tidak pasti lantas tidak menyiapkan diri," imbuh dia.
BMKG selain melakukan mitigasi bencana struktural, yaitu koordinasi dengan para kepala daerah yang berpotensi gempa dan berakibat terjadinya gelombang tsunami juga menambah jumlah sensor gempa.
Sejak 2008 sampai 2018, BMKG memiliki 176 alat seismograf yang berada di seluruh wilayah yang berpotensi gempa di Indonesia. Jumlah tersebut memang belum memenuhi kebutuhan untuk memproses informasi terkait gempa dengan cepat. Maka dengan penambahan sebanyak 411 alat ini diharapkan bisa mempermudah alur informasi jika gempa terjadi.
“BMKG paling cepat bisa menghitung pusat gempanya ada di mana, magnitudonya seberapa besar dan apakah gempa tersebut berpotensi gelombang tsunami, membutuhkan waktu paling cepat 2 sampai 4 menit setelah kejadian,” jelas Dwikorita.
Kecepatan perhitungan informasi bisa diperoleh masyarakat melalui website atau aplikasi WRS BMKG. Ini bisa diikuti mulai menit kedua begitu muncul peringatan dini tehadap kejadian gempa bumi dari sisi hulu atau sumber informasi yang diolah oleh BMKG. Sedang sumber informasi sisi hilirnya atau penerima sumber informasi tersebut ialah menyebutkan BPBD dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
BMKG telah membagikan alat penerima sebagai peringatan dini, berupa alat sirine
Yang menjadi permasalahan masih ada daerah Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang tidak siaga 24 jam. Apabila kejadian gempa di luar jam operasi, sirine tidak akan dipencet tombolnya. Sehingga informasi dari BMKG tidak bisa menyebar ke masyarakat.
“Sirine akan dipencet apabila tinggi gelombang melebihi dari 3 meter. Namun ada beberapa sirine yang sudah dibagikan itu mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi lagi,” sambung Dwikorita.
Advertisement