BMKG: Fenomena Tectonic Swarm di Jatim, Diguncang 171 Kali Gempa
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa susulan yang terjadi di selatan Jawa Timur, atau tepatnya di Lumajang-Malang hingga Selasa, 12 Juli 2022 pagi ini sudah mencapai 171 kali. Fenomena ini terjadi pasca gempa utama magnitudo (M) 5,4 pada Sabtu, 9 Juli lalu.
“Hingga pagi ini Selasa 12 Juli 2022 BMKG mencatat sebanyak 171 kali gempa terjadi di selatan Jawa Timur (sejak 3 hari lalu)," ungkap Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dikutip dari media sosial pribadinya, Twitter @DaryonoBMKG.
Daryono mengatakan, jika hal ini terus terjadi maka fenomena kegempaan di selatan Jawa Timur beberapa hari terakhir dapat masuk ke dalam kriteria gempa "Tectonic Swarm", yakni serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian sangat sering dan relatif lama di suatu kawasan. Umumnya, gempa swarm terjadi tanpa adanya gempa utama (mainshock).
"Hal ini tentu patut kita waspadai karena aktivitas swarm di zona subduksi dikenal sebagai tanda zona slow-slip events (SSE)," ungkapnya.
Pengertian Gempa Tectonic Swarm
Mengutip informasi di akun Twitter BMKG, gempa swarm adalah serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian sangat sering dan relatif lama di suatu kawasan. Gempa swarm terjadi tanpa adanya gempa utama (mainshock).
Pada kejadian gempa yang biasa dipahami oleh masyarakat awam, umumnya gempa utama lebih besar kekuatannya dibandingkan gempa susulan. Karena aktivitasnya yang terus menerus, maka gempa swarm jarang menimbulkan kerusakan. Apabila gempa swarm ditemukan di wilayah pesisir pantai, maka efek guncangannya tak akan menimbulkan tsunami.
Penyebab Gempa Swarm
Menurut situs badan Survei Geologi Amerika Serikat, USGS, penyebab umum terjadinya gempa swarm berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunung api. Gempa swarm banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya masih sangat jarang. Swarm juga dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan.