Blokade Jalan Karena Kalah, Cakades Petahana di Jember Minta Maaf
Sudahyo, calon kades petahana Desa Plerean, Kecamatan Sumberjambe, Jember, meminta maaf kepada warga karena sempat memblokade akses jalan warga. Sudahyo bersama belasan tim pendukungnya meminta maaf setelah persoalan itu dimediasi oleh Polsek setempat.
Kapolsek Sumberjambe AKP Istono mengatakan, pasca kalah dalam pilkades pada Kamis, 25 November 2021, Sudahyo bersama 15 tim pendukungnya memblokade akses jalan. Diketahui ada dua titik akses yang ditutup menggunakan pagar bambu, tanaman pisang dan pohon sengon, termasuk akses jalan menuju Pondok Pesantren Asmoro Qondi yang terletak di Dusun Ragang, Desa Plerean.
Akibat adanya blokade itu, warga terpaksa harus mengambil jalur memutar melewati jalan setapak. Kendati demikian, warga yang terdampak tidak arogan dan memilih mengadu ke Polsek Sumberjambe.
“Itu diduga karena warga yang biasa melintas di jalan itu tidak memilih Sudahyo saat pilkades kemarin. Warga terdampak kurang lebih ada empat rumah termasuk pondok pesantren itu. Beruntung warga yang terdampak paham bagaimana menyelesaikan masalah, dia tidak arogan dan datang meminta jalan keluar ke polsek,” kata Istono, Selasa, 30 November 2021.
Setelah menerima pengaduan korban, Polsek Sumberjambe bersama Koramil dan perangkat desa menggelar musyawarah untuk memediasi persoalan itu. Sudahyo bersama tim pemenangan memenuhi panggilan mediasi itu yang digelar di Balai Desa Plerean.
Dalam mediasi itu, Sudahyo mengklaim tanah yang menjadi akses jalan warga yang ditutup itu merupakan warisan dari keluarganya. Meski demikian, saat diminta bukti-bukti yang sah, Sudahyo tidak bisa menunjukkan dengan alasan klaim itu hanya berdasarkan informasi dari kakeknya yang sudah meninggal dunia.
Sedangkan salah satu warga yang terdampak, Mahfud juga mengklaim bahwa tanah itu merupakan miliknya. Berbeda dengan Sudahyo, Mahfud bisa menunjukkan bukti jual beli tanah yang dikeluarkan tahun 1972.
“Kalau dilihat dari bentuk tulisan dan kertas yang ditunjukkan sepertinya itu benar-benar asli tidak direkayasa,” jelas Istono.
Meski sama-sama mengklaim tanah itu, namun akhirnya mereka sepakat berdamai. Setelah mediasi berhasil pagar tanaman yang menutup akses jalan warga langsung dibuka. Bahkan saat itu Sudahyo bersama tim pemenangannya meminta maaf kepada warga.
“Saudara Sudahdyo meminta maaf atas kekhilafan. Sudahyo berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Selanjutnya dengan didampingi muspika dan bhabinkamtibmas bersama-sama membuka dan membongkar pagar bambu, serta mencabut tanaman pohon pisang dan pohon sengon yang menutup akses jalan di dua titik itu,” lanjut Istono.
Pasca mediasi itu berhasil, Mahfud menyapaikan terima kasih kepada Muspika Sumberjambe. Kini Mahfud bersama keluarganya tidak perlu lagi mengambil jalur memutar melalui jalan setapak saat hendak keluar masuk rumah.
Kendati demikian, mediasi yang dilakukan itu bukan penyelesaian akhir soal polemik kepemilikan lahan itu. Masing-masing pihak terkait hanya diminta untuk menempuh jalur hukum agar tanah yang menjadi akses warga itu jelas kepemilikannya.
“Siapa pemilik tanah itu masih kita cocokkan dengan data yang ada di desa. Namun sesuai aturan, jika tanah itu tidak ada sertifikat, yang berhak menempati adalah yang pertama kali menempati sampai ada keputusan hukum yang menentukan,” pungkas Istono.