Jelang Lebaran, Bisnis Tukar Uang di Pinggir Jalan Lesu
Bisnis penukaran uang yang biasanya ramai saat Ramadhan hingga jelang Lebaran, sekarang belum terlihat. Beberapa pusat keramaian yang selama ini menjadi tempat para pebisnis penukaran uang melakukan transaksi, seperti Stasiun Gambir, terminal bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Pulo Gadung, juga belum terlihat.
"Biasanya kalau jelang Lebaran di Stasiun Gambir ini banyak yang menjajakan penukaran uang baru. Karena corona atau uang yang akan ditukarkan yang nggak ada," kata Dadang seorang juru parkir di stasiun Gambir, Jumat 15 Mei 2020.
Alasan lain yang disampaikan Dadang, karena pulang mudik dilarang, sehubungan dengan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ), jadi tidak perlu lagi menukarkan uang baru. “Biasanya kan uang baru tersebut untuk dibagikan ke saudara di kampung”, kata Dadang.
Ia melanjutkan, selama sepuluh tahun menjadi juru parkir di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, baru lebaran tahun ini kantongnya gelondangan akibat berkurangnya mobil yang masuk stasiun, akibat dibatalkannya perjalanan kereta api bagi yang akan mudik."Pokoknya lebaran tahun ini ambyar," kata Dadang menirukan celetukan khas penyanyi legendaris Didi Kempot.
Sebelum pandemi covid-19 menyerang, menjelang lebaran seperti sekarang ini jadi peluang bisnis bagi untuk membuka layanan jasa penukaran uang baru tak resmi. Contohnya yang biasa disebut 'inang-inang.
Mereka menyediakan jasa layanan penukaran dengan mematok biaya tertentu. Biasanya layanan penukaran uang pinggir jalan itu mematok biaya antara Rp 5.000-Rp 10.000 per transaksi.
Misalkan mau tukar Rp 100 ribu, dapatnya Rp 90 ribu ditambah fee (upah/biaya).
Potongan tersebut biasanya berlaku kelipatan. Dengan kata lain, bila menukar lebih dari Rp 100.000, maka jumlah yang bisa dipotong bisa lebih banyak.
Contohnya bila hendak menukar uang pecahan Rp 1 juta, maka diartikan melakukan transaksi sebanyak 10 kali, dengan satu transaksinya maksimal Rp 100 ribu.
Alhasil, dengan menukar uang pecahan kecil sebanyak Rp 1 juta, maka uang yang diterima bisa hanya sebesar Rp 900.000-950.000, dengan asumsi setiap pemotongan Rp 5.000-Rp 10.000 dalam satu kali transaksi Rp 100 ribu.
Salah seorang koordinator bisnis penukaran uang tak resmi Simanjuntak, mengakui tahun ini tiarap dulu. Pasar lagi sepi dan penukaran uang di BNI juga ketat. "Kalau dulu bebas mau tukar berapa saja dilayani, sekarang nggak lagi," katanya.
Seorang ibu rumah tangga Mariska Safitri, menganggap menukarkan uang recehan menjelang lebaran tetap perlu dan sudah menjadi kebiasaan. Tidak ada urusan dengan mudik atau covid-19. "Saya tidak pernah tukar uang di jalan, langsung ke bank atau titip teman yang kerja di bank," kata Mariska.
Sementara itu Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi, dalam keterangan pers melalui telekonferensi Jumat 15 Mei 2020 mengatakan, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan surat edaran yang isinya meminta masyarakat menukar uang pecahan baru untuk Lebaran di tempat-tempat resmi, misalnya bank, bukan di pinggir jalan.
Oleh sebab itu, Rosmaya meminta kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang pecahan kecil di layanan yang resmi yang disediakan BI dan perbankan yang membuka layanan.
"BI beserta pemerintah setempat ingin sekali masyarakat itu menukar uang di tempat yang resmi. Mengapa? Karena di tempat yang resmi tidak ada tambahan biaya. Jadi menukarlah di tempat yang resmi," pesan Deputi Gubernur BI yang juga menjabat Ketua Dewan Pembina Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Advertisement