Pernyataan La Nyalla Soal Keislaman Prabowo Bisa Picu Kegaduhan
Peneliti senior dan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menegaskan pernyataan pendatang baru pendukung Jokowi, La Nyalla yang tiba-tiba menyerang Prabowo dengan membanding-bandingkan keislaman Jokowi dan Prabowo bisa memancing kegaduhan.
"Pernyataan La Nyalla itu bernuansa SARA, dampaknya bisa merugikan pasangan Pak Jokowi - Ma'ruf Amin," kata Siti Zuhro kepada ngopibareng.id, Kamis, 13 Desember 2018.
Pengamat LIPI menilai pernyataan La Nyalla itu berlebihan, apa lagi menantang Prabowo dengan menguji kefasihannya menjadi imam sholat dan membaca ayat ayat suci Alquran.
"Kubu Jokowi jangan membiarkan pernyataan La Lanyalla yang tidak terkontrol dan emosional, bisa jadi bumerang, karena bertolak belakang dengan sikap Pak Jokowi maupun Pak Ma'ruf yang santun," kata Siti Zuhro.
Tantangan eks Ketum PSSI kepada Prabowo untuk memimpin salat dan membaca Alquran juga ditanggapi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal yang bersifat pribadi dan urusan agama diminta tak dibawa ke ranah politik.
"Sebaiknya janganlah dibawa-bawa urusan agama, atau urusan yang sifatnya pribadi, siapa lebih Islam dari siapa. Jangan orang salat, orang puasa, dijadikan alat kampanye. Karena kalau seperti itu, demokrasi kita menjadi tidak sehat," kata Ketua Bidang Infokom MUI KH Masduki Baidlowi.
Masduki kemudian mengatakan dalam hadis, salah satu ukuran baiknya pemimpin dalam Islam ialah ibadah salat. Namun demikian, yang paling penting disampaikan dalam politik ialah usaha menyejahterakan rakyat.
"Tapi kan ukuran salat dan tidak salat tak perlu dikedepankan dalam kampanye. Jadi lebih baik, ada satu kaidah fikih, kalau mau mengukur kepemimpinan itu maka pemimpin itu dilihat kebijakannya itu akan mengarah ke kemaslahatan rakyat tidak? Kalau berupaya untuk kemaslahatan rakyat, mengarah ke keadilan, memberantas korupsi, itulah ukuran pemimpin. Jangan diukur pribadi," katanya.
Peneliti LIPI tidak mempersoalkan sikap politik La Nyalla, yang sebelumnya mendukung Prabowo, kemudian meloncat ke Jokowi, karena menyangkut hak seseorang dan juga dilakukan oleh politisi yang lain. Yang menjadi persoalan, La Nyalla tiba tiba mengujar kebincian dan isu sara.
La Nyalla Mattalitti merupakan orang yang melontarkan tantangan kepada Prabowo. Dia menantang Prabowo jadi imam salat usai membesuk sekaligus silaturahmi dengan cawapres Ma'ruf Amin yang merupakan pendamping capres Joko Widodo (Jokowi).
"Dulu saya fight untuk dukung Si Prabowo. Salahnya Prabowo itu saya tutupi semua. Saya tahu Prabowo. Kalau soal Islam lebih hebat Pak Jokowi. Pak Jokowi berani mimpin salat. Pak Prabowo berani suruh mimpin salat? Nggak berani. Ayo kita uji keislamannya Pak Prabowo. Suruh Pak Prabowo baca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, baca, bacaan salat. Kita semua jadi saksi," kata La Nyalla di Jalan Situbondo Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Desember 2018.
Tantangan La Nyalla itu kemudian direspons Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. Menurut BPN Prabowo-Sandi, urusan ibadah tak perlu jadi konsumsi publik.
"Nggak perlu dong salat dipertontonkan. Saya sering lihat Pak Prabowo. Kan kita di Kertanegara (rumah Prabowo) sering salat berjamaah bareng. Pak Prabowo salat," juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade.
Andre pun mengatakan keislaman Prabowo tak perlu diragukan. Alasannya, Prabowo dipilih para ulama untuk maju jadi capres 2019 pada Ijtimak Ulama lalu. Hasil Ijtimak Ulama adalah merekomendasikan Prabowo sebagai capres.
"Pak Prabowo keislamannya sudah teruji dan terbukti. Kalau tidak, mana mungkin dong ulama mau memilih Pak Prabowo sebagai capres," ujarnya.
Partai pengusung Prabowo lainnya, PKS, menilai keimanan seseorang tak layak dibanding-bandingkan karena itu hak prerogatif Tuhan. PKS juga mengaku sudah bosan dengan isu-isu yang dianggapnya memicu kegaduhan.
"Sebaiknya mengajak publik untuk fokus pada isu-isu substansial kebangsaan. Kami kira publik sudah bosan dengan isu-isu gimik yang hanya memicu kegaduhan yang tidak perlu," katanya. (asm)