Bintang Porno Langgar Hukum atau Tidak?
Oleh: Djono W. Oesman
Aktris-aktor porno yang diperiksa Polda Metro Jaya apakah melanggar hukum pidana? Polisi belum bisa memutuskan. Masih akan bertanya ke saksi ahli. Tapi, sutradara Irwan dan empat kru sudah ditahan. Bagaimana aturan hukumnya?
—------------
Kalau polisi tahu aturan hukumnya, pasti tidak minta pendapat saksi ahli. Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Kamis 21 September 2023 soal status hukum aktris dan aktor porno, mengatakan:
"Hari ini kita masih melakukan koordinasi dengan para ahli (ahli ITE, ahli pidana, ahli pornografi) terkait rencana pemeriksaan para ahli. Dijadwalkan, saksi ahli dimintai keterangan minggu depan."
Total aktris 12 orang. Mereka: Siskaeee, Virly Virginia, Chaca Novita, Melly 3GP, SE, E, BLI, M, S, J, ZS, dan AB.
Total aktor empat orang. Mereka: Fatra Ardianata, BP, UR, AG dan RA.
Kombes Ade Safri: "Koordinasi dengan saksi ahli untuk menentukan status hukum para pemeran, dikaitkan dengan hasil pemeriksaan kepada beberapa pemeran, kemarin.”
Dari para pemeran, sudah 8 aktris dan 4 aktor diperiksa di Polda Metro Jaya, Selasa 19 September 2023. Sisanya, termasuk selebgram terkenal Siskaeee, akan diperiksa pekan depan, karena Siskaeee masih di Kamboja.
Sebagaimana umumnya calon tersangka, mereka yang diperiksa menimpakan kesalahan kepada sutradara. Semuanya. Kompak. Meski mereka diperiksa secara terpisah.
Meli 3GP mengatakan: "Itu tadi, dia cuma bilang itu buat konten Youtube dan sudah lulus sensor. Semua adegan dari dia, cuma teknik kamera, nggak ada yang full dibuka."
Dilanjut: "Setelah tahu dari beberapa temen yang meranin pun, aku nggak mau yang adegannya terlalu vulgar. Kebetulan aku nggak ada adegan ciuman sama bersetubuh. Cuma teknik kamera."
Virly Virginia: "Memang saya merasa dijebak. Karena di sini saya juga sebenarnya nggak tahu kalau itu bakal ada web dewasa."
Dilanjut: "Saya ditawari sama Om Irwansyah (sutradara sekaligus produser dan pemilik konten video streaming). Jadi semuanya memang disuruh dan dipaksa sama Irwansyah."
Pelawak Ujang Ronda: "Gue ditawarin sutradara gini: Bang ada film, mau maen nggak? Gue jawab: Mau. Skenarionya mana?' Dibilang sutradara: Lu maen bagian religi sama lucu-lucunya aja'. Gue jawab: Oke."
Ternyata film Keramat Tunggak dianggap porno. Terbukti sudah diblokir Kemenkominfo. Sutradara dan empat kru tersangka.
Tapi pengakuan aktris-aktor itu nanti didalami polisi. Melibatkan saksi ahli. Bahwa aktris-aktor menyalahkan sutradara, itu hal biasa dalam ilmu hukum pidana. Semua calon tersangka pasti berusaha menghindari hukuman. Meski para bintang porno itu sudah menerima honor. Tanda setuju.
Seperti ditulis Bapak Kriminologi dunia, Cesare Lombroso, berdasar teori kriminologi ada tiga tahap cara pelaku kejahatan bertahan. Cara bertahan ini refleks, tidak perlu belajar ilmu apa pun.
Tahap pertama, ketika seseorang jadi calon tersangka, mereka berusaha membantah, menyangkal, menyalahkan orang lain. Tahap kedua, setelah berstatus tersangka, berusaha memperkecil hukuman. Ketiga, setelah dijatuhi hukuman pidana, berusaha protes. Maka, aturan hukum memberi hak naik banding, kasasi, peninjauan kembali (jika ada novum). Paling akhir minta grasi presiden.
Tentang status hukum aktris-aktor porno, memang perlu kajian mendalam.
Ada di Bab XIV KUHP, tentang kejahatan terhadap kesusilaan. Tapi di situ tidak diatur tentang definisi kesusilaan.
Ada juga UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah jadi UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi mengatur larangan memproduksi, memperbanyak, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang. b. Kekerasan seksual. c. Masturbasi atau onani. d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. e. Alat kelamin. f. Pornografi anak.
Lalu, diatur pembuatan film porno. Jika pembuatan dimaksudkan untuk dipakai sendiri (tidak disebarkan) tidak melanggar hukum.
Diatur pula penyebaran. Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, menyebutkan: Dalam hal pria atau wanita melakukan pengambilan gambar atau perekaman hubungan seksual mereka tanpa diketahui oleh pihak wanita atau pria pasangannya, atau tanpa persetujuannya, maka pembuatan video tersebut melanggar Pasal 4 ayat 1.
UU itu tertuju pada pembuatan dan penyebaran. Orang yang membuat dan orang yang menyebarkan. Tidak diatur secara tegas, apakah bintang film porno, yang menerima honor, melanggar hukum atau tidak?
Itu sebab, polisi bingung. Terbukti minta pendapat saksi ahli. Para ahli ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Ahli hukum pidana dan ahli pornografi.
Atas nama hukum, semua perkara hukum harus merujuk pada Undang-undang atau peraturan. Jika suatu perkara tidak ada aturannya, maka ahli hukum pidana akan mengarahkan penyidik, agar calon tersangka disangkakan pada peraturan yang mana.
Misal, aktor-aktris ikut menyebarkan film porno itu. Maka, ia masuk ke pasal penyebaran film atau video porno. Atau ikut membantu pembuatan. Masuk ke pasal pembuatan film porno.
Pastinya, saksi ahli tidak mungkin membuat aturan sendiri. Mereka cuma mengarahkan penyidik untuk menjerat calon tersangka menjadi tersangka.
Umpama aktris-aktor dimasukkan ikut menyebarkan, tidak logis. Mereka orang bayaran. Setelah main di film porno, selesai. Kecuali ada perjanjian bahwa mereka main di film porno sekaligus membantu menyebarkan film itu.
Seandainya aktris-aktor itu dimasukkan ikut membantu pembuatan film porno, bisa ya, tapi bisa juga tidak. Mereka yang jelas membantu, yakni empat orang kru, sudah tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya.
Tanpa ada aktris-aktor, tidak mungkin ada film porno. Apakah ini bisa ditafsirkan ikut membantu terciptanya film porno? Bisa ya, bisa tidak. Ya, karena secara logika bisa dianggap begitu. Tidak, sebab hal itu tidak tertera tegas di peraturan hukum. Sedangkan hukum adalah peraturan.
Di sinilah mode tafsir hukum. Karena bentuknya tafsir, maka jadi tidak jelas.
Contoh: Di kasus video porno dibintangi Ariel Peterpan, tahun 2007 dan menghebohkan pada Juli 2010. Arel tersangka, ditahan, dihukum penjara. Tapi pasangan wanitanya (dua wanita) tidak pernah tersangka, tidak ditahan, tidak dihukum penjara.
Kasus Ariel, asli porno. Sedangkan film Keramat Tunggak rada-rada porno. Karena, dibumbui kisah pelacur yang berniat tobat. Atau, ada nasihat penjaga warung kopi di dekat lokasi pelacuran (diperankan Ujang Ronda) yang menasihati pelacur agar bertobat: “Emang nggak capek, Neng… Mau sampai kapan kerja begitu?”
Film itu porno yang (supaya tidak terang-terangan porno) dibumbui kisah pelacur niat tobat. Atau setengah porno. Pastinya, sudah diblokir Kemenkominfo. Berarti dianggap porno.
Seumpama para aktris-aktor itu bebas hukum, juga tidak bagus. Sebab, itu bakal jadi rujukan bagi pemain film porno selanjutnya. Ada contoh kasusnya. Meski video porno Ariel juga contoh kasus.
Tapi kasus Ariel dengan Keramat Tunggak beda bentuk. Di kasus Ariel sebagai hiburan buat para pemain. Di Keramat Tunggak jadi hiburan bagi penonton, dan komersial.
Betapa pun, kita tunggu saja bagaimana akhir dari kasus Keramat Tunggak. Menunggu kepastian hukum.