Bila Seseorang Berjalan di Atas Air, Tapi...
Imam Al Ghazali mengatakan: "Ketahuilah bahwa banyak orang yang mengaku, dia adalah menempuh jalan (tarikat) kepada Allah, tapi yang sesungguhnya, yang bersungguh-sungguh menempuh jalan itu adalah sedikit. Adapun tanda orang yang menempuh jalan yang sungguh-sungguh dan benar, diukur dari kesungguhannya melaksanakan syariat."
Imam Ghazali melanjutkan pesannya, "Kalaupun ada orang yang mengaku bertasawuf dan bertarikat dan telah menampakkan semacam kekeramatan-kekeramatan, melalaikan atau tidak mengamalkan syariat, ketahuilah bahwa itu adalah tipu muslihat, sebab orang yang bijaksana (orang tasawuf) mengatakan, "Jika engkau melihat seseorang mampu terbang di angkasa dan mampu berjalan di atas air, tetapi ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat, maka ketahuilah bahwa sebenarnya ia itu adalah setan."
Imam Ghazali mengungkapkan dalam Kitab Otobiografinya, Al-Munqidz min Ad-Dhalal, didedah secara menarik oleh Dr. Abdul Halim Mahmud dari Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir.
Abdul Halim Mahmud merupakan pakar ilmu tasawuf sekaligus menjadi pengamal Tarekat Syadziliyah di Mesir. Ia menjadi guru dari pakar Tafsir Al-Quran terkemuka, Prof M Quraish Shihab.
Lebih lanjut Abdul Halim Mahmud menjelaskan:
Abu Yazid Al Bustami juga mengatakan, "Jika kau melihat seseorang yang diberi kekeramatan hingga dapat naik ke udara, maka janganlah kamu tertipu dengannya sehingga kamu dapat melihat dan meneliti bagaimana dia melaksanakan perintah dan larangan agama serta memelihara ketentuan-ketentuan hukum agama dan bagaimana dia melaksanakan syariat agama."
Demikian pula Sahl at Tasturi, beliau mengungkapkan tentang pokok-pokok tasawuf yang terdiri dari tujuh pokok jalan (tarikat), yaitu berpegang kepada Al Kitab (Al Qur'an), mengikuti Sunnah Rasul, makan dari hasil yang halal, mencegah gangguan yang menyakiti, menjauhkan diri dari maksiat, selalu melazimkan tobat dan menunaikan hak-hak orang lain.
Imam Al-Junaidi pernah mengomentari orang yang mengaku ahli makrifat tetapi dalam gerak geriknya meninggalkan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan mendekatkan diri kepada Allah, maka beliau mengatakan "Ketahuilah bahwa dia itu adalah setan".
Selanjutnya beliau juga mengatakan, "Ucapan itu adalah ucapan suatu kaum yang mengatakan adanya pengguguran amalan-amalan. Bagiku hal itu merupakan suatu kejahatan yang besar, dan orang yang mencuri atau orang yang berzina adalah lebih baik daripada orang yang berpaham seperti itu."
Syekh Abu Hasan As-Syazili mengatakan, "Jika pengungkapanmu bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah Rasul, maka hendaklah engkau berpegang kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul itu, sambil engkau mengatakan kepada dirimu sendiri "sesungguhnya Allah SWT telah menjamin diriku dari kekeliruan dalam Al Qur'an dan Sunnah Rasul". Allah tidak menjamin dalam segi pengungkapan, ilham, maupun musyahadah (penyaksian), kecuali setelah menyesuaikan perbandingannya dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasul."
Sebagai kesimpulan, semua pengamalan kaum sufi harus mengikuti semua Nash Al Qur'an dan Sunnah dan meneladani amaliah-amaliah Rasulullah, sebagai panutan tertinggi para sufi.
Nabi SAW pernah ditanya tentang suatu kaum yang meninggalkan amalan-amalan agama, sedangkan mereka adalah orang-orang yang berbaik sangka kepada Allah SWT. Maka, Nabi SAW menjawab, "Mereka telah berdusta. Karena jika mereka berbaik sangka, tentu amal perbuatan mereka juga adalah baik."
Demikian ulasan Abdul Halim Mahmud.