Bila Pemilu Ditunda
Isu penundaan Pemilu kembali mengemuka setelah adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU.
Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu. "Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Sedianya, tahapan Pemilu 2024 telah berjalan sejak Juni tahun lalu. Pemungutan suara dijadwalkan digelar serentak pada 14 Februari 2024. Adapun gugatan terhadap KPU dilayangkan karena Prima sebelumnya merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, partai pendatang baru tersebut merasa telah memenuhi syarat keanggotaan dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.
Guna memahami hal itu, berikut penjelasan Prof Dr Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam).:
Ada Potensi Kekacauan (chaos)
Secara konstitusi telah ditegaskan bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Dengan begitu, masa jabatan presiden tidak boleh melewati satu hari pun dari yang sudah ditentukan.
Apa bisa Pak diubah? (Ketentuan lima tahun sekali), bisa. Tapi konstitusinya diubah dulu. Begitu pun, proses perubahan konstitusi yang tidak mudah.
Perubahan harus diusulkan oleh sepertiga anggota DPR, DPD dan MPR pasal mana yang akan diubah. Kemudian harus dijelaskan alasan mengapa diubah. Bagaimana rumusannya dibentuk dulu badan pekerja. Nanti kalau dapat sepertiga (dukungan) sih gampang. Tetapi, sidangnya harus dihadiri oleh dua per tiga (anggota DPR, DPD, MPR).
Kehadiran dua pertiga anggota parlemen tidak akan tercapai jika konfigurasi politik seperti saat ini. Seperti diketahui, PDI-P telah menyatakan menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Penolakan juga ditegaskan oleh Partai Demokrat, Partai Nasdem dan PKS.
Dari keseluruhan itu, sudah mencakup hampir separuh parpol di parlemen. Jika kondisinya demikian, maka tidak ada sidang MPR. Nah dalam keadaan itu negara ini menjadi chaos. Masa jabatan (presiden) habis, (presiden) yang baru belum diangkat karena oleh konstitusi tidak bisa diangkat.
Oleh karenanya, perlu diingatkan bagi semua pihak agar jangan maina-main dengan jadwal pemilu. Pasalnya, ada potensi kekacauan (chaos) apabila pemilu tak bisa terlaksana sesuai jadwal.
Ya, saya sampaikan jangan main-main dengan jadwal pemilu. Jangan main-main. Itu mengundang chaos Kalau saudara ingin memaksakan pemilu itu ditunda.
Ada pihak yang menyatakan, jika masa jabatan presiden habis, maka ada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan) yang bisa menjadi presiden sementara sampai presiden yang baru terpilih.
Namun, hal itu tak bisa terjadi. Sebab Mendagri, Menlu, Menhan habis masa jabatannya bersama presiden yang mengangkat (mereka). Sehingga, tugas semua pihak saat ini adalah menjaga agar Pemilu 2024 tetap berjalan.
Saudara sekalian, tugas jangka pendek kita adalah menjaga agar Pemilu 2024 berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan.
Mahfud MD.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Disampaikan saat mengisi acara Tadarus Kebangsaan dan Penyusunan Road Map Kepemimpinan Muslim Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25 Maret 2023).
Advertisement