Bila Para Bujang Kebingungan
Pendemi membuat para bujang binggung. Blingsatan. Karena mereka bosan di rumah sendirian.
Seorang teman, Deny namanya, setelah sukses mengompori teman lainnya, bisa melepas penat. Melakukan perjalanan darat. Melawat dari Jakarta hingga ke Surabaya.
"Ada petugas yang nyegatin di jalan?" tanya saya. Teman itu menjawabnya hanya dengan tertawa. "Ngga ada. Aku juga heran," cetusnya.
Padahal, sebelum berangkat, rombongan itu sudah sibuk mencari surat SIKM. Tapi, sayangnya, website susah diakses. "Bismillah saja, kita jalan. Aman baik saat jalan atau pulang," sambungnya.
Dalam perjalanan itu, mereka mampir di beberapa kota. Silaturahmi dengan beberapa teman. Sambil berdiskusi, gejolak bisnis yang dihadapi.
Beberapa teman yang baik, menyambutnya dengan beragam cara. Ada yang membuatkan pertemuan. Maklum, rombongan ini, anak muda yang bergelut dengan internet marketing.
Sukseslah mereka berbagi ilmu juga pengalaman. Bahkan sempat main ke teman di Lamongan yang sedang merintis pondok pesantren. "Lengkap perjalanan ini, " katanya dengan bahagia.
Saat kami bercakap pada Kamis, 2 Juli lalu, dia sudah di rumahnya di Kebun Jeruk, Jakarta. Saya pun hanya memberi saran pendek. "Segeralah menemukan jodoh. Sehingga, saat pendemi bisa di rumah saja bersama istri," kata saya.
Lagi, lagi dia kembali tertawa. Namun, kali ini, lebih getir kedengarannya. "Doakan saja Om," harapnya.
Memang, bila yang bujang binggung, yang menikah juga serupa. Mereka juga binggung. Pasalnya, selama berdiam di rumah, aktifitas hanya bersama keluarganya saja.
Dari pagi sampai malam. Pagi mungkin sibuk urusan pekerjaan dan membantu belajar anak. Kalau malam, ya tinggal bercengkrama dengan istri atau suaminya.
Yang terjadi, bisa diprediksi. Banyak kehamilan di masa pandemi. Tentu kehamilan menghasilkan kebahagiaan.
Walau bagi yang sedang kesulitan ekonomi, kehamilan bisa membuat kepala harus berpikir keras. Harus menyiapkan dana yang cukup. Dari perawatan kehamilan hingga biaya persalinan.
Dalam sebuah webinar, Pak Dokter Abidinsyah Siregar dari Dewan Pakar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berbagi informasi penting. Akan ada peningkatan angka kelahiran pada tahun 2021. Angkanya bisa menembus 100-200 persen.
Kondisi ini bahkan sudah ditangkap Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Berdasarkan data mereka, diprediksi ada lebih dari sekitar 400.000 kehamilan yang tak direncanakan.
Selidik punya selidik, pokok utama, banyak pasangan yang "lupa" pakai kontrasepsi. Bisa jadi, karena pandemi, banyak klinik dan dokter yang sempat tutup. Imbas, ya bagaimana lagi.
Tahun depan, diperkirakan akan ada lebih dari 420.000 bayi lahir. Merekalah generasi "bayi corona". Asumsi ini muncul, karena sekira 10% dari 28 juta keluarga Indonesia tampaknya sulit mengontrol kelahiran.
Kembali ke urusan kaum bujang itu. Memang, pandemi membuat mereka blingsatan. Selalu pengen jalan-jalan.
Akhir pekan lalu, saya sempat melawat ke Puncak. Iseng pengen lihat bagaimana kondisi tempat wisata. Hasilnya? Bikin geleng kepala.
Sepanjang jalan, macet mulai menyergap seusai keluar dari pintu tol Ciawi. Kanan kiri penuh mobil. Saat masuk ke jalan utama arah Puncak, gerak motor sudah seramai kondisi biasa.
Tak ada yang berbeda. Pedagang kaki lima berdesakan. Angkot pun tak kalah sigap, meliuk kanan kiri mencari celah jalan.
Ini yang menarik. Banyak pasangan muda yang tampak pacaran. Berboncengan dengan peluk erat, tak mau dipisah. Hanya bisa bikin mengelus dada saja.
Mendekati Puncak pas, seluruh pinggir jalan sudah bak parkiran. Para pasangan muda sudah mengambil posisi. Duduk bercengkrama, sambil menatap rerimbunan hamparan pohon teh.
Sesekali, ekor mata saya menangkap senyum bahagia. Rona pipi merah. Juga mimik gelak tawa.
Sepertinya tak ada rasa khawatir tentang Corona. Semua biasa. Yang berjualan makanan kecil dan minuman, menyemut menyerbu para pelancong itu. Semuanya, tampak baik-baik saja.
Kalau kondisi seperti ini, saya jadi paham, kenapa para menteri, sebagaimana kata Presiden Joko Widodo tak bekerja secara luar biasa. Menganggap tidak ada krisis.
Lha wong, masyarakatnya juga memberlakukan sama kok. Santai saja. Masih berkerumun. Tapi mohon maklum, karena sebagian besar mereka bujangan. Butuh tempat pacaran.