Bila Ormas Terlena, Proses Pemilu Bisa Jadi Ricuh
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengatakan, tata kelola negara sampai persoalan penegak hukum saat ini sangat dekat dengan private sector.
“Private sector saat ini berpengaruh secara dominan terhadap negara. Dan bahkan peran Civil Society Organization (CSO) saat ini sangat kecil,” tutur mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Melihat persoalan ini, Busyro berpendapat sudah saatnya ormas-ormas sadar akan persoalan ini. Ditambah lagi, proses pemilu di Indonesia akan segera berlangsung.
“Mari kita hadirkan Pemilu yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang utama, transparansi publik harus ditegakkan,” tegas Busyro, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Sabtu 23 Februari 2019.
"Dengan menghadirkan Pemilu yang jujur dan bersih dari suap terhadap pemilih, merupakan wujud dari Pemilu yang bisa menegakkan demokrasi ekonomi, hukum dan HAM, serta menjaga martabat CSO dengan meningkatkan kualitas demokrasi."
Dengan menghadirkan Pemilu yang jujur dan bersih dari suap terhadap pemilih, merupakan wujud dari Pemilu yang bisa menegakkan demokrasi ekonomi, hukum dan HAM, serta menjaga martabat CSO dengan meningkatkan kualitas demokrasi.
Busyro juga menyebutkan tiga agenda ormas pasca Pemilu, yakni menghadirkan birokrasi berbasis meritokrasi, good governance, dan juga pemberdaulatan rakyat Sipil Politik, serta Ekonomi Sosial dan Budaya (Sipol Ekosob).
Ia mengungkapkan hal itu sebelumnya, dalam acara yang digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Yakni, Seminar Nasional ‘Peran Ormas dalam Menciptakan Pemilu Damai’, akhir pekan ini, di Auditorium Djazman UMS.
Hadir pula memberikan materi, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, Ketua PBNU, Imam Aziz, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tantowi, aktivis Perludem, Titi Anggraini, dan Rohaniwan dan budayawan, Frans Magnis Suseno.
Sementara Pramono Ubaid Tantowi, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang didaulat sebagai salah satu pemateri Seminar mengatakan, Pemilu harus menjadi agenda publik, agenda civil society.
“Pemilu jangan diskursus hanya untuk para elit politik, publik, dalam hal ini civil society juga harus berperan,” jelas Pramono.
Pramono menyebutkan bahwa literasi politik di masyarakat sejauh ini cukup rendah. Sehingga masyarakat sangat mudah menerima pesan-pesan atau berita hoax di media sosial.
“Akibat dari rendahnya literasi politik di masyarakat, masyarakat menjadi tidak siap berbeda pendapat, kurang memiliki wawasan berfikir, atau bersifat monokritik,” jelas Pramono.
Selain itu, dengan penyebaran hoaks itu turut mempengaruhi kredibilitas kandidat.
“Selain merusak kredibilitas kandidat, dengan adanya penyebaran hoax juga telah merusak kredibilitas proses hasil Pemilu dan Pilkada, dan merusak kredibilitas penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu),” tutup Pramono.(adi)
Advertisement