''Bila Masih Melanggar Aturan, Berarti Keimanan Belum Mantap''
Suatu ketika, pada awal-awal diwajibkannya penggunaan helm bagi pengendara motor, Kiai Hasyim Muzadi (almaghfurlah, Ketua Umum PBNU 1999-2010) bercerita bahwa Kiai Masduqi Machfudz adalah profil kiai yang disiplin. Termasuk saat banyak orang masih enggan berhelm.
Kiai Masduqi Mahfudz -- ketika itu Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur -- orang yang sangat patuh selalu menggunakan helm. Selain itu, juga diingatkan untuk tetap menjaga agar dapat sunnah berimamah, setelah menggunakan helm, helmnya di-imamahi...
"Hihi, wallahu a'lam itu cerita benar atau tidak, karena memang Kiai Hasyim Muzadi sering gojlokan dengan Abah (Kiai Masduqi Mahfudz) dan abah sering kali berpesan: "Nek awakmu jik nglanggar lampu merah berarti imanmu durung jangkep (Bila dirimu masih melanggar aturan berarti imanmu belum lengkap)"
Demikian dikisahkan Gus Achmad Shampton Masduqie, Putra Kiai Masduqie Mahfudz.
Menurutnya, cerita kecil ini, mungkin bisa jadi contoh. Bukan yang menggunakan imamah setelah berhelm, tapi #menjaga_kepatuhan pada aturan pemerintah selama tidak melanggar syariat adalah keharusan yang seharusnya kita saling memberi contoh.
"Tidak berhelm dan sungkannya polisi mencegat pelanggaran yang kita lakukan karena kita ustadz atau gus atau kiai, bukanlah hal keren. Tetapi bagian dari contoh yang kurang pas dan 'kebanggaan' yang harusnya malu kita lakukan. Karena siapa pun kita adalah contoh bagi orang lain," tutur Gus Shampton, yang juga menantu Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus) Rembang.
Diingatkannya, seperti mengatasi wabah ini, lebih tepatnya Pandemi COVID-19 saat ini. Sia-sia belaka aturan yang dibuat oleh pemerintah, upaya tenaga medis bila pemahaman keagamaan kita, kita paksakan diikuti oleh orang lain dengan cara kita memberi contoh yang kurang baik. Seperti Abu Ubaidah atau Muad Ibn Jabal yang menganggap wabah adalah rahmat dan bahkan meminta bagian dari rahmat itu dan bertawakkal pada Allah.
"Tetapi apa ya pantas bila kita memaksakan itu diyakini oleh semua orang, sementara ada Amr Ibn Ash yang mengajak mengungsi dari wabah?," kata Gus Shampton.
"Nek malaikat tekdire ora nyabut nyowo pas wabah Corona (Bila malaikat ditakdirkan tidak mencabut nyawa pada saat pandemi Corona), apa ya dia akan mati karena Corona? Tentu jawabnya tidak. Tapi masalahnya kita tidak tahu takdir kita atau orang-orang sekitar kita.
"Seperti halnya saat Nabi menyatakan kita melakukan segala sesuatu atas dasar apa yang sudah tercatat di Lauh Mahfudz, ada shahabat yang bertanya, kalau begitu ngapain kita beramal ya Rasul tinggal tunggu saja masuk neraka atau surga? Nabi menjawab, beramallah, karena kamu tidak tahu takdirmu. Semua akan dimudahkan menuju kemana dia ditakdirkan nanti."
Perintah beramal terus meski nasib kita berdasar takdir yang sudah dicatat di Lauh Mahfudz, seharusnya kita pahami bersama, bahwa juga ada perintah ihtiar disamping tawakkal.
"Kalaupun memilih tawakkal saja sesuai apa yang dikehendaki Allah, minimal kita berupaya menghormati mereka yang masih memilih ikhtiar dengan cara kita mentaati aturan pemerintah saat kita berada di ruang publik terlebih bila kita adalah figur publik. Kecuali bila kita hanya figuran kehidupan yang hidup ditengah hutan, kita tidak perlu memikirkan ummat atau kepentingan masyarakat."
اللهم انك عفو كريم تحب العفو فاعف عنا يا كريم، اللهم اكتبنا ممن ادركته ليلة القدر ، اللهم اجعل رمضان شاهدا لنا لا علينا واجعلنا ممن غفرت لهم ما تقدم من ذنوبهم واجعلنا من الفائزين، اللهم إكشف عنا ما نزل بنا من البلآء والوبآء والغلآء والسيوف المختلفة والفتن ما ظهر منها وما بطن من بلدنا إندونيسيا خاصة ومن بلاد العالم عامة يا ارحم الراحمين