Bid'ah versi Salafi Mengambil dari Mazhab Maliki?
Di tengah suasana gegap gempita umat Islam beribadah, tetap saja ada yang pihak atau kelompok yang kerap mem-bid'ah-kan yang lain. Sehingga, secara umum umat pun kerap dibikin bingung karena pendapt-pendapat yang kerap menyudutkan pendapat yang berbeda itu.
Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur mempunyai pengalaman dalam hal menjelaskan posisi bid'ah dan amalan yang dianggap bid'ah, melalui sudut pandang yang diyakininya, Ahlussunnah waljamaah.
Berikut di antara catatan Ust Ma'ruf Khozin, yang juga Ketua Aswaja NU Center Jawa Timur:
Saya mulai menekuni bidang dalil-dalil Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sejak berjumpa dengan KH Muhyiddin Abdussomad, Ust Idrus Ramli dan KH Abdurrahman Navis, yang ternyata kesemuanya alumni Pondok Pesantren Sidogiri.
Awal-awal 2011 Ust Idrus selalu memberi kabar kalau sedang ada acara di Surabaya. Saya pun menemani beliau. Banyak kitab-kitab beliau yang diberikan kepada saya untuk dibaca. Alhamdulillah khatam.
Tahun ini ACS, Annajah Center Sidogiri, yang dipimpin oleh Ustadzuna Syekh Achyat Ahmad menunjuk saya untuk menjadi Narasumber. Ternyata di Perpustakaan Sidogiri ini saya merasa bacaan kitab yang saya terima bersumber dari rak-rak yang penuh dengan beraneka judul kitab.
Tema yang harus saya bagikan:
(1) metode istimbath dalam Mazhab Syafi'i
(2) hadits dhaif dan pengamalannya, serta
(3) jurus ampuh membungkam Salafi. Malam ini kami paparkan.
Tadi siang, saat membahas istimbath yang dituduh bidah, ada salah satu peserta dari luar pulau yang membawakan referensi bahwa ulama Malikiyah sudah membuat kriteria bidah sebagai amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi. Jadi Salafi saat ini yang menuduh bidah pada Amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi memiliki sumber dari 4 Mazhab?
Ada betulnya, kata saya. Saya memberi contoh perihal Amaliah Malam Nishfu Sya'ban yang dinilai bidah oleh Ulama Malikiyah:
ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﺘﺎﺑﻌﻮﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﺸﺎﻡ ﻛﺨﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﻣﻌﺪاﻥ ﻭﻣﻜﺤﻮﻝ ﻭﻟﻘﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻳﻌﻈﻤﻮﻧﻬﺎ ﻭﻳﺠﺘﻬﺪﻭﻥ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﻋﻨﻬﻢ ﺃﺧﺬ اﻟﻨﺎﺱ ﻓﻀﻠﻬﺎ ﻭﺗﻌﻈﻴﻤﻬﺎ
"Pada malam Nishfu Sya'ban para Tabiin dari negeri Syam seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan lainnya mengagungkan malam Nishfu Sya'ban dan bersungguh-sungguh melakukan ibadah di malamnya. Dari mereka inilah umat Islam mengambil keutamaan dan keagungan Nishfu Sya'ban"
Ibnu Rajab Al-Hambali melanjutkan:
ﻭﻧﻘﻠﻪ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺃﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﻓﻘﻬﺎء ﺃﻫﻞ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﻗﺎﻟﻮا: ﺫﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﺑﺪﻋﺔ.
Pengingkaran ini diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ulama Fikih Madinah. Ini adalah pendapat para santri Imam Malik dan lainnya. Mereka katakan bahwa semua Amalan Nishfu Sya'ban adalah bidah (Lathaif Al-Maarif, 137)
Namun pemahaman bidah antara Salafi dan Ulama Malikiyah berbeda. Mari kita simak ketika Imam Malik masih menerima adanya Bidah Hasanah pada tarawih 36 rakaat:
وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَسْتَحْسِنُ سِتًّا وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْرُ ثَلَاثٌ … وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ اْلأَمْرُ الْقَدِيْمُ : يَعْنِي الْقِيَامَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً
“Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa beliau menilai baik (salat Tarawih) 36 rakaat dan witir 3 rakaat… Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dahulu, yakni Tarawih 36 rakaat” (Bidayat al-Mujtahid, 1/312)
Sebab, sudah maklum bagi para pembelajar perbandingan Mazhab, bahwa Imam Malik menjadikan Amaliah Umat Islam di Madinah sebagai rujukan utama Mazhabnya. Sehingga tatkala Umar bin Abdul Aziz menetapkan tarawih 36 rakaat tidak dituduh bidah oleh Imam Malik. Jadi tidak sepenuhnya sama dalam penetapan Bidah antara ulama Malikiyah dengan Salafi.
Demikian catatan Ust Ma'ruf Khozin, Pengasuh Ponpes Raudlatul Ulum Suramadu. Semoga bermanfaat.