Bicara Kopi, Lalu Larut dengan Cerita Pasukan Berani Ngopi
Seorang kawan bercerita. Kawan baru, bukan kawan lama. Ceritanya asik. Cerita soal kopi. Bahwa dia baru bisa ngopi.
Kopi itu sangat uasik ternyata. Padahal, mulanya, dia hanya bisa minum air bening. Air dari galon bermerk. Air-air dalam kemasan. Kemasan apa saja yang peting air bening. Atau paling banter ya air teh. Itu pun juga yang bening. Bukan air teh yang berwarna tua.
Kawan baru itu ada tapinya. Tapinya apa? Kawan baru tapi serasa kawan lama. Padahal, yang kawan lama, acapkali sering merasa menjadi kawan baru. Entah karena bermasalah, atau lebih karena bosan berteman.
Kalau bosan berteman lalu kenapa? Apa tidak boleh? Ya… boleh-boleh saja. Tapi kalau sudah tidak berteman kan tidak bisa lagi ngutang. Bagaimana coba?
Kawan baru itu perempuan. Ferlynda Putri namanya. Asal Jogjakarta. Wilayah Bantul. Kabupaten Bantul persisnya. Kalau detilnya saya tidak tahu, masih kawan baru soalnya.
Dia bicara kopi. Was wes wos was wes wos soal kopi. Bicaranya seperti orang kalau sudah mahir Bahasa Inggris. Cas cis cus cas cis cus. Keren betul. Penuh semangat. Kopi bangetttt. Dia seperti menemukan dunia kopi.
Tak hanya bercerita, kawan ini juga menulis. Tulisannya bagus. Saya pun membacanya dengan seksama. Begini dia menulis soal kopi, denyut kopi, berikut komunitas kopi yang begitu asik menggeluti kopi. Mungkin juga mereka sampai lupa waktu. Lupa diri. Tetapi jelas tak lupa ngopi:
... bagi sebagian orang, kopi hanya minuman berwarna hitam yang berasa pahit. Namun, lain halnya bila Anda sudah bertemu dengan komunitas ini: Pasukan Berani Ngopi. Mereka tidak hanya menghargai kopi sebagai minuman.
”Saya buatkan kopi, ya?” kata Endy Lukito, barista di kedai kopi bernama Kopikula pada suatu Jumat. Jumat malam persisnya.
Seperti seorang laboran, Endy menyiapkan perangkat untuk menyeduh kopi. Di balik meja, dia mempertontonkan keahliannya membikin kopi.
Dia lantas mengeluarkan dua jenis biji kopi arabika dari kantong plastik, yakni varietas P88 dan Gunung Tilu. Lalu, memasukkannya ke sebuah gelas untuk ditimbang secara digital. Tertera angka 15 gram.
Belum selesai. Biji kopi lantas dimasukkan ke grinder. Dalam hitungan detik, biji kopi tersebut sudah menjadi bubuk yang agak kasar. Kemudian Endy memasukkan termometer ke sebuah ceret yang berisi air. Dia memastikan suhu airnya sekitar 90 derajat. Sembari menunggu, dia menuangkan bubuk kopi tersebut ke sebuah alat penyeduh. Bentuknya mirip corong. Rupanya alat itu yang dinamakan V60. Alat yang sangat trend dikalangan coffee lover. Juga para barista.
Setelah titik didih air dalam ceret mencukupi, dia pun menuangkan air ke alat penyeduh tadi. Cara menuangkannya searah jarum jam. Setelah semua permukaan kopi basah, dia mendiamkannya. Kira-kira 30 detik. Kemudian dia kembali menuangkan air.
Kenapa harus begitu? Entahlah! Mungkin memang begitu teknik menyeduh kopinya dengan alat tersebut. Orang menyebutnya sebagai manual brewing. Sebutan yang keren. Tapi cukup asing di telinga.
Pelan-pelan air barwarna hitam menetes dari alat penyeduh. Wadah kaca yang di bawahnya memperlihatkan proses menetesnya air tersebut. Bau wangi kopi semerbak tercium. Itu menandakan sudah terjadi ekstraksi. Antara air dalam panas yang terukur dan material serbuk kopi.
Wangi itu membuat siapa pun yang menghirup tidak sabar ingin cepat menyeruput hasil seduhan yang dipertontonkan. Setelah kelar, dia menuangkan kopi ke dua gelas dan menyajikannya kepada Ferlynda dan orang yang menemaninya ngopi di kedai itu, Widikamidi, presiden Pasukan Berani Ngopi.
Presiden? Iya, sebutannya memang Presiden. Sebutan keren-kerenan saja untuk seorang koordinator komunitas. Tapi, ngomong-ngomong nama komunitasnya keren juga: Pasukan Berani Ngopi.
Pasti ada maksud di dalamnya. Di balik nama itu. Sampai bilang berani ngopi! Kalau begitu awalnya mereka minumannya apa sih? Air bening? Teh bening? Atau air ledeng?
Dalam komunitas Pasukan Berani Ngopi itu, Endy merupakan salah seorang anggota. Dia awalnya adalah seorang roaster kemudian membuka kedai kopi. Roaster itu sebutan profesi baru yaitu ahli menyangrai kopi.
Kepada setiap tamu yang datang ke kedainya, Endy berusaha menjelaskan keunikan setiap biji kopi yang akan diseduh. Cara menyeduhnya pun dia paparkan dengan gamblang.
Pasukan Berani Ngopi beranggota 98 orang. Mayoritas anggotanya memiliki kedai atau kafe kopi. Sisanya merupakan penikmat kopi. ”Yang sama sekali baru belajar tentang kopi juga ada. Malah makin banyak,” ujar Widikamidi.
Komunitas yang terbentuk sekitar empat tahun lalu itu mewadahi mereka yang mau serius belajar soal kopi. Tidak hanya mengenai cara menyeduhnya, tetapi juga bagaimana mengangkat kopi nusantara. Terutama kopi Jawa Timur, kopi lokal yang tak pernah dibawa-bawa dalam percaturan dunia kopi.
”Selama ini orang hanya mengenal kopi Java. Java indentik dengan Jawa. Padahal Jawa itu luas. Seluas imajinasi itu sendiri kalau dikaitkan dengan kopi,” kata Widi.
Komunitas Pasukan Berani Ngopi terbentuk secara tidak sengaja. Ketidaksengajaan karena meihat fenomena UKM ke Jawa Timur yang begitu gegap gempita.
Dalam aktivitasnya Widikamidi kerap membawa pulang kopi lokal Jawa Timuran. Kalau diwadahi, jumlahnya sampai 120 stoples. Jenisnya pun bermacam-macam. Dari jenis-jenis kopi itu dia menyimpulkan bahwa petani dan pembuat kopi kurang mendapat perhatian seksama dari pemerintah.
”UKM kopi kasat mata tidak seperti UKM keripik-keripikan yang begitu diperhatikan,” ujar dia.
Dari sana, kecintaannya pada dunia kopi makin besar. Pergumulannya dengan kopi juga membawanya berkenalan dengan para penikmat kopi. Obrolan-obrolan yang kerap mereka lakukan mencetuskan pemikiran untuk mengedukasi petani sekaligus masyarakat tentang kopi.
Para pencinta kopi itu pun memutuskan unjuk gigi. Mereka memilih car free day di Jalan Jemursari kala itu. Kegiatan pertama belum mendapat respons dari masyarakat. Tak putus asa, mereka pindah ke car free day di Taman Bungkul. Ketika itu belum muncul nama Pasukan Berani Ngopi.
Di car free day Jalan Darmo, mereka membuat 15 stan. Waktu itu mereka bertempat di depan Java Cataract and Refractive Center. Mereka hanya membagi-bagikan kopi. Ternyata aksi tersebut mendapat sambutan luar biasa.
”Kami hanya menyebut ’kopi sehat’. Kopi yang diminum tanpa gula,” tuturnya.
Apakah tidak pahit? Ya pahit lah! Wong tanpa gula kok.
Kepada warga, mereka juga menunjukkan kemampuan menyeduh kopi. Berbagai alat manual brewing diperlihatkan. Dengan begitu, ngopi tidak sekadar menyeduh air panas dan biji kopi. Atraksi tersebut menarik perhatian masyarakat. Apalagi saat itu belum booming ngopi.
Dari sana muncullah nama Pasukan Berani Ngopi. Nama itu diusulkan dan langsung merangsek memenuhi pikiran. Hingga hari ini pun, mereka masih rutin menggelar aksi di car free day. ”Dari sana, makin kenal banyak pencinta kopi. Anggota pun semakin banyak,” beber Widi.
Makin lama, gerakan minum kopi sehat makin terdengar gaungnya. Beberapa kedai atau kafe yang menyajikan menu kopi semakin banyak.
Tidak berhenti di sana. Pasukan Berani Ngopi menyadari bahwa petani kopi harus mendapat perhatian. Alasannya, untuk mendapatkan minuman kopi yang enak bukan hanya saat menyeduh. Kualitas biji kopi dari panen hingga sampai di kedai kopi juga harus diperhatikan.”Kami mendampingi beberapa petani kopi di Malang Selatan. Tepatnya di Tirtoyudo,” ucap Widi.
Daerah tersebut memiliki kebun kopi yang luas. Kopi yang dihasilkan tergolong berkualitas. Sayangnya, petani kopi memilih mengganti tanamannya dengan kelengkeng. Sebab, kopi di Tirtoyudo saat itu dibeli murah.
Komunitas itu sempat mengadakan kirab dengan tema kopi. Bertajuk Sedekah Bumi Kopi. Gunungan yang biasanya dari hasil bumi dibuat dari biji kopi. Antusiasme masyarakat begitu tinggi.
Lambat laun petani kopi menyadari bahwa mereka diperhatikan. Akhirnya ada semangat untuk menanam kopi kembali. ”Di beberapa tempat lain, kami juga mendampingi petani kopi. Mereka diajari cara memilih biji kopi dari pohon hingga menjemurnya. Tak jarang kami juga membeli biji kopi mereka,” tuturnya.
Komunitas tersebut semakin besar. Anggota semakin banyak. Sharing kemampuan kerap dilakukan, baik di dunia maya maupun kopi darat. Owner Nordic Coffee Christian Widjaja Hartono pun merasakan manfaatnya. Dia memang baru bergabung dengan Pasukan Berani Ngopi. ”Saya pernah ikut beberapa komunitas ngopi, tapi baru kali ini yang paling solid,” katanya.
Dengan bergabung komunitas, dia bisa belajar banyak mengenai kopi. Christian yang merupakan barista juga bisa belajar dari barista lain. Selain itu, dia mendapat ilmu dari para petani kopi dan roaster, orang yang menyangrai kopi. ”Walaupun anggotanya punya kedai kopi, kami tidak sungkan berbagi ilmu. Saling mengajari,” ujarnya.
Malam pun kian larut. Tidak terasa mengobrol tentang kopi bersama Widi dan Endy sudah menghabiskan lima cangkir kopi.
”Bicara tentang kopi tidak ada habisnya. Bisa tujuh hari tujuh malam. Malahan bisa sampai tujuh turunan segala,” kata Widi Kamidi menutup obrolan.
... tulisan yang keren bukan? Itu baru soal kopi dan denyutnya. Juga salah satu komunitas penggiatnya. Belum tulisan yang lain.
Yang lain soal kopi itu seperti apa? Buanyak! Bisa citarasa, bisa olah paskapanen, bisa soal barista penyeduhnya, roasterynya, hingga sampai kompetisi kopi kelas dunia.
Ah... dia memang seperti kawan lama, padahal baru beberapa kali bertemu, lalu kenal, dan bicara-bicara soal kopi. Apa karena ini efek kafein kopi ya? Tentu tidak! Kafein itu hanya membuat orang tertunda kantuknya saja. Tidak imajinasi, tidak jalan pikirannya. (idi)