Bicara Gender, Mahasiswa ITS Jadi Best Delegate di ESOGÜ MUN 2018
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan kompetensinya dalam diskusi dan negosiasi di tingkat internasional.
Ghazy Dicky, mahasiswa ITS yang menjadi perwakilan Indonesia, berhasil meraih penghargaan Best Delegate pada ESOGÜ Model United Nation (MUN) 2018 yang dihelat di Eskisehir Osmangazi University, Turki selama empat hari hingga 2 Desember lalu.
Ghazy menjelaskan bahwa jenis persidangan yang ia ikuti adalah United Nation (UN) Women yang membahas diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan pekerjaan.
Pada persidangan kali ini, para delegasi diposisikan sebagai perwakilan dari tiap-tiap negara yang telah ditentukan untuk menganalisa permasalahan terkait tema dan menemukan solusi permasalahan itu dalam bentuk resolusi.
Dalam sidang tersebut, Ghazy bertindak sebagai wakil dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Berbagai kebijakan pemerintah RRT untuk menghapus diskriminasi pada kaum perempuan ia angkat pada persidangan ini.
"Ide-ide yang bisa memperbaiki kebijakan tersebut saya utarakan di dalam persidangan," katanya, Senin 10 Desember 2018.
Dalam persidangan itu, mahasiswa Departemen Teknik Mesin ini mengimbau negara-negara di dunia untuk membuat sebuah project guna meningkatkan kesadaran terhadap kesetaraan gender.
Ghazy juga mengusulkan sebuah konsep di mana negara-negara melakukan donasi sesuai dengan jumlah Gross Domestic Product (GDP) yang mereka miliki.
GDP sendiri merupakan nilai dan jasa akhir yang dihasilkan dari berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun.
"Dengan konsep ini, negara dapat berdonasi sesuai kemampuan ekonominya masing-masing," kata mahasiswa angkatan 2016 ini.
Menurutnya, RRT sebenarnya telah memiliki upaya bagus terkait tema ini, seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan (Labour Law) dan deklarasi keadilan gender bagi masyarakatnya.
Namun, ketidakadlian kaum perempuan dalam pekerjaan masih terwujud dalam bentuk terselubung, sehingga sulit untuk dibuktikan.
"Misalnya saja seperti pemutusan kontrak kerja dini dengan alasan kepedulian terhadap kesehatan karyawan perempuan," ujarnya.
Guna mengatasi hal itu, Ghazy memiliki solusi dengan dibuatnya kebijakan oleh pemerintah tentang ketenagakerjaan secara lebih jelas lagi.
Hal ini bisa terkait dengan masa kontrak, gaji kerja, serta hal-hal yang mengatur tentang pensiun karyawan. Dengan ini diskriminasi terselubung terhadap karyawan perempuan akan bisa dikurangi di RRT.
"Dengan menganalisa permasalahan tersebut, ide-ide yang mungkin diterapkan untuk memecahkan masalah tersebut saya kemukakan dalam sidang," kata pria kelahiran Denpasar ini.
Dengan keikutsertaannya di kompetisi tingkat internasional itu Ghazy berharap para mahasiswa lain dapat meningkatkan kemampuannya. Karena menurutnya, kegiatan terswbut memiliki banyak manfaat untuk berbagai pihak.
Selain baik untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri dan mengharumkan nama ITS, kompetisi ini juga baik untuk meningkatkan nama baik Indonesia di mata dunia.
"Harapan saya, mahasiswa-mahasiswa lain dapat meningkatkan prestasi lain di kancah internasional dan meluruskan opini global tentang Indonesia yang kurang tepat," pungkasnya.
Diketahui, dalam kompetisi berbentuk simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai perguruan tinggi dunia.
Ada sekitar 15 negara yang mewakilkan delegasinya pada ESOGÜ MUN 2018 ini. Di antaranya dari Turki, Denmark, Moroko, Indonesia, India, Tanzania, Afghanistan, Haiti, Syria dan lain sebagainya. (amm)