Biayai UNBK, Beberapa Sekolah Terlilit Hutang
Jakarta: Demi membiaya penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), tak sedikit kepala-kepala sekolah di daerah Indonesia berhutang. Hal itu disebabkan pencairan dana biaya operasional sekolah (BOS) yang seharusnya menjadi sumber pembiayaan tersendat.
Diakui Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad. “Pencairan dana BOS terhambat karena ada penerapan mekanisme baru. BOS yang dulunya masuk kategori hibah kini menjadi belanja langsung, sehingga terjadi penyesuaian mekanisme," ujar Hamid Muhammad, di Jakarta, Rabu (5/4).
Akibatnya, kepsek berhutang kepada pihak ketiga untuk menyelenggarakan UNBK. Harga peladen daring (server) yang mahal, pengadaan jaringan dengan kuota memadai juga tak murah.
Belum lagi sekolah harus menyediakan komputer jinjing (laptop) untuk memenuhi ketentuan satu komputer untuk tiga siswa.
"Dana sekolah yang terbatas lebih diperparah dengan dana BOS belum cair atau diterima sekolah, sehingga banyak kepala sekolah terpaksa mencari hutangan," kata Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti.
Hamid menuturkan, mekanisme penyaluran dana BOS yang baru memakan waktu lebih banyak karena harus melewati sejumlah birokrasi. "Jadi, mekanismenya lebih panjang. Kalau dulu, dari pusat ke provinsi lalu ke sekolah. Tetapi kalau sekarang dari pusat ke provinsi, nah untuk pencairannya sekolah harus mengajukan dulu mau digunakan untuk apa," paparnya.
Hamid mengatakan dana BOS setiap daerah kini sudah berada di kas provinsi. Namun, pengaturan dari Kemdagri terkait pencairan dana BOS, baru terselesaikan pertengahan Februari lalu. Sementara petunjuk teknis BOS sendiri sudah selesai sejak awal Desember 2016.
"Kalau swasta sudah beres semua, kalau negeri belum semuanya cair dana BOS. Saat ini, yang sudah cair baru delapan provinsi saja, sisanya belum," ungkapnya. (rid)