Caleg Mulai Ngeluh Biaya Tinggi Kampanye
Beberapa calon anggota legislatif tidak bisa berkampanye secara maksimal karena terbatasnya dana kampanye. Mereka tidak mengira, menjadi caleg ternyata biayanya cukup besar.
"Tidak terpikir kalau menjadi caleg menghabiskan dana miliaran rupiah," kata Yohanes, seorang caleg dari Partai Solidaritas Indobesia (PSI) kepada ngopibareng.id Sabtu, 9 Februari 2019.
Yohana memberanikan diri menjadi caleg atas saran salah satu ketua PSI. Sebagai politisi pemula, dia sempat bingung apa yang harus diperbuat menghadapi persaingan yang cukup ketat untuk menjadi anggota DPR.
"Untuk memperoleh satu kursi DPR harus bersaing dengan 8.300 caleg dari 16 partai politik. Sementara DPR RI hanya menyediakan 550 kursi untuk caleg terpilih, berat!" kata caleg asal Jakarta ini.
Kampanye yang dia lakukan saat ini hanya memanfaatkan media sosial facebook dan Instagram serta beberapa alat peraga kampanye bantuan dari saudara dan teman-temannya.
"Hitung-hitung sejak ditetapkan menjadi caleg, aku sudah mengeluakan biaya sekitar Rp350 juta lebih, ternyata biaya sebesar itu tidak ada apa apanya," kata karyawati sebuah perusahaan asing di Jakarta ini.
Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pernah mengatakan bahwa untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah maupun nggota DPR, biayanya tidak murah. Kalau tidak punya uang yang banyak, jangan mencalonkan daripada berantakan di tengah jalan.
Cak Imin mengucapkan kalimat itu menjelang Pilkada serentak dan saat pendaftaran calon anggota legislatif.
Ucapan Cak Imin itu sekarang menjadi kenyataan, dan diakui oleh beberapa caleg yang ‘ngos ngosan’ karena kehabisan 'bahan bakar' untuk kampanye. Sementara Pemilu 2019 masih sekitar tiga bulan lagi.
Berapa sih biaya yang dibutuhkan untuk ikut berlomba menjadi calon anggota DPR? Masinton Pasaribu caleg DPR RI dari PDI Perjuangan menyebut sekitar Rp5 miliar.
Anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan hasil pemilu 2014 ini menyebutkan, menjadi Caleg tidak cukup hanya bermodal popularitas dan kecantikan.
"Itungan kasar saya, selama 6 bulan kampanye, seorang Caleg memerlukan biaya sekitar Rp5 miliar itu pun belum tentu jadi," kata Masinton ketika ngobrol dengan ngopibareng.id.
Masinton sendiri mengaku tidak memiliki uang sebanyak itu. Menurut anggota Komisi III DPR ini, perkiraan anggaran sebesar itu meliputi biaya administrasi untuk partai, pengurusan surat menyurat, membuat alat peraga kampanye, spanduk, banner, pamflet, biaya kunjungan atau menyapa konstituen dan relawan. Menjelang coblosan, caleg masih harus mengeluarkan biaya ekstra untuk saksi.
Beberapa Caleg yang gagal pada Pemilu 2014 menyatakan ‘kapok’, tidak ingin maju lagi. "Terlanjur menjual sawah dan pekarangan peninggalan orang tua untuk kampanye nggak dapat suara," kata Muchlis salah seorang Caleg DPR dari Dapil Jawa Timur.
Analisis Politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, tingginya biaya menjadi caleg, berawal dari tingkah laku anggota DPR itu sendiri yang suka pamer kememewahan di depan rakyat, setelah menjadi anggota DPR.
“Lihat saja tempat parkir gedung DPR, penuh dengan mobil mahal milik anggota dewan," kata Ray.
Belum lagi kalau ngelencer ke luar negeri yang dikemas dalam study banding, kemudian fotonya dipamerin di media sosial.
Sering mbolos dan tidur di ruang sidang dan yang lebih menyakitkan ketika rakyat melihat ada anggota DPR yang korupsi dan digelendeng KPK karena terkena OTT.
"Kelakuan anggota DPR seperti inilah yang membuat rakyat pragmatis. Mau bayar berapa kalau minta dipilih," ujar Ray. Semua caleg yang datang diterima, tapi siapa yang akan dicoblos itu urusan di bilik suara nanti.
Menurut Ray, perlakuan rakyat terhadap caleg lama berbeda, cenderung lebih care dengan caleg yang baru muncul. Alasannya belum memiliki perilaku yang aneh-aneh. (asm)