Beyond NU
Dinding ruang pertemuan di lantai lima bangunan itu berlapis video wall. Hampir seluruh sisi dari ruang pertemuan berkapasitas 200 orang ini. Kecuali pintu. Karena itu, begitu memasuki ruangan, terasa seperti memasuki kabin besar. Yang full teknologi informasi.
Itu bagian menyulap gedung tempat acara menjadi semacam pesawat terbang. Membawa seluruh tamu undangan terbang menuju masa depan. Masa depan yang berubah cepat melalui pesawat yang bernama pendidikan. UNU Yogyakarta disiapkan mengangkut generasi baru NU melaju ke masa depan, dengan masa lalu sebagai pijakan.
Sementara di luar ruang pertemuan, di atrium dan lorongnya berjajar lukisan para maestro. Mulai dari pelukis Nasirun sampai KH A Mustofa Bisri alias Gus Mus. Juga karya seni berupa patung besutan I Nyoman Sunarsa. Dinding dan lorong itu menjadi galeri seni dengan karya para seniman besar.
Di lantai 3 ada industrial hub. Sejumlah industri manufaktur dan jasa kenamaan di negeri ini memiliki outlet di sana. Mereka yang akan ikut mentransfer pengetahuan praksis dunia industri kepada mahasiswa. Termasuk bursa efek, perbankan, dan berbagai industri modern. Juga ada robotik dan uang modern.
Masing-masing lantai dihubungkan dengan lift. Beberapa lantai yang menjadi arus utama mahasiswa juga dihubungkan dengan eskalator. Bahkan, ada satu lantai yang ada amphitheater yang setiap saat bisa digunakan untuk acara industri mengajar atau tempat para mahasiswa berkreasi dan bermusik.
Kalau saja tak ada logo NU di beberapa sudut ruangan, tak banyak yang percaya kalau itu gedung milik NU. Tepatnya Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta. “Kalau nggak ada logo talijagad, pasti tidak mengira ini kampus NU,” kata Sigit, wartawan Kantor Berita Antara.
Gedung di jalan ringroad barat Yogyakarta itu berdiri di atas lahan 7 ribu meter. Wakaf dari Sri Sultan Hamengkubuwono X. Di atas lahan itu dibangun gedung 9 lantai. Bantuan Presiden Joko Widodo melalui Kementerian PUPR. Inilah gedung baru UNU Yogyakarta.
Sebelah utara gedung itu juga sedang mulai dibangun satu tower baru. Sembilan lantai juga. Kalau kelak sudah jadi maka akan menjadi menara kembar. Dibantu Mohammed Bin Zayed (MBZ), Presiden Uni Emirates Arab (UEA). “Targetnya selesai 6 bulan,” kata Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita Pudjibudojo.
UNU Yogyakarta memang telah menggandeng Mohammed Bin Zayed University for Humanities (MBZUH) dari Abu Dhabi Uni Emirat Arab. Melalui kerjasama itu akan dikembangkan program paska sarjana untuk studi masa depan. Program baru itu diberi nama MBZ College for The Future.
Ada tiga pilar studi dalam School of Futures Studies. Yakni, teknologi masa depan (future technology), Islam masa depan (future Islam), dan masyarakat masa depan (future society). “Ini akan mendorong kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dan UEA dalam membangun peradaban Islam masa depan,” tambah Widya.
Dari empat pilar itu dikenbangkan menjadi 4 program studi: Institute for Future Scenario, Lab for Future Technology, Academics for Future Sciences and Skills, dan Creative Powerhouse for Future Ethics and Values Literacy. Fokus studi pada 5 bidang: Islam and The Future, Multicultural Society and Tolerance, Biology and Healthcare, Digital World, dan Future Planet and Sustainability.
Rupanya magnet NU dengan sangat besar. Apalagi untuk sebuah gagasan yang futuristik seperti ini. Sehingga tidak hanya pemerintah yang berpartisipasi untuk mewujudkan gagasan ini. Tapi juga sejumlah korporasi besar di negeri ini ikut ambil bagian. Mulai dari BUMN sampai dengan perusahaan swasta. Itu terlihat dari yang nama brand yang terpajang dalam wall of fame di sana.
Soal keilmuan, NU sebetulnya sudah menjadi pionir sejak lama. Namun, lebih kepada ilmu agama. Yang diajarkan di dalam pesantren-pesantren yang berjumlah puluhan ribu di seluruh Indonesia. Semuanya dibangun secara mandiri oleh para kiai. Hal ini yang membuat kepemimpinan dalam hal ilmu agama di Indonesia mendominasi.
Harus diakui bahwa NU adalah produsen ilmuwan agama yang sangat produktif. Banyak lulusan pesantren yang kemudian memiliki legitimasi keilmuan, baik secara formal maupun non formal. Gerakannya berbasis komunalitas yang terpupuk lewat forum pengajian dan shalawatan. Sangat kultural.
Dengan demikian, gerakan baru dalam menyongsong peradaban baru ini di luar cara biasa NU. Ini adalah beyond NU. Yakni sesuatu yang melampaui atau melebihi sesuatu yang telah ada sebelumnya. Perubahan dan capaian yang tidak linier. Lompatan yang jauh ke depan.
“Ini sesuatu yang kalau kita kerjakan seperti biasa butuh waktu 50 tahun untuk mencapai seperti ini. Tapi UNU Yogyakarta bisa seperti sekarang hanya butuh waktu 2 tahun,” kata Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat peresmian gedung dan kick off pembangunan gedung MBZ College for The Future.
Saya belum bisa membayangkan generasi baru NU hasil didikan perguruan tinggi baru ini. Namun, kalau melihat semakin banyaknya generasi baru NU yang belajar di luar pesantren, kehadiran sekolah baru di UNU Yogyakarta ini bukan hal aneh. Ia akan memperluas jangkauan generasi baru NU yang siap memasuki dunia baru yang cepat berubah.
Berbeda dengan dua dekade sebelumnya, kini makin banyak santri NU yang menempuh pendidikan di kampus ternama di luar negeri. Kampus top ten dunia seperti Oxford University dan University or Cambridge di Inggris. Juga Harvard University dan kampus ternama lainnya di Amerika Serikat.
Mereka ini generasi baru NU yang akan membawa wajah baru kaum Nahdliyin. Dari kaum yang di awal kemerdekaan diejek sebagai kaum sarungan menjadi kaum santri yang akan mengawal peradaban baru dunia. Peradaban yang penuh dengan lompatan-lompatan kemajuan.
Masa depan memang bukan hanya bisa ditunggu. Tapi patut disongsong melalui ilmu pengetahuan. Generasi baru NU telah mempersiapkan diri di abad kedua kehadirannya di bumi Nusantara. Dulu menjadi inspirasi perjuangan bangsa. Kini mengawal peradaban baru dengan basis spirit keagamaan.