Besok, Sinta Nuriyah Terima Anugerah Doktor HC di UIN Jogja
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta, memberi anugerah gelar Doktor Honoris Causa (H.C) kepada Dra. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M. Hum. Penganugerah tersebut diberikan pada Ibu Negara (1999-2001), yang dilaksanakan besok pada Rabu, 18 Desember 2019, pukul 09.00 - 11.30 WIB. Ini merupakan hadiah istimewa di Bulan Gus Dur.
"Ibu Sinta Nuriyah akan menyampaikan pidato penerimaan gelar tersebut di Gedung Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah (Gd. Multipurpose), UIN Sunan Kalijaga," tutur Humaira, humas keluarga Gus Dur di Ciganjur, pada ngopibareng.id, Selasa 17 Desember 2019.
Perjalanan menempuh pendidikan Sinta Nuriyah, diawali di Pesantren Denanyar Jombang, asuhan KH Bisri Syansuri (almaghfurlah). Di sinilah, KH Abdurrahman Wahid (almaghfurlah) sebagai guru pesantren, mulai menjalin komunikasi istimewa dengan santriwati Nuriyah.
Setelah menamatkan jenjang Madrasah Aliyah (MA), Nuriyah melanjutkan pendidikan di IAIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, dengan meraih gelar Sarjana S-1.
Di tengah kesibukan berkeluarga, ketika KH Abdurrahman Wahid, sang suami, memimpin ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), Sinta Nuriyah mengalami kecelakaan. Akibatnya, ia tidak mampu berjalan karena kakinya tak berfungsi akibat kecelakaan di jalan tol antara Jakarta dan Bandung, pada 1992.
Namun, justru di situlah, Sinta Nuriyah tetap terbakar semangatnya untuk terus belajar. Ia mengambil Pendidikan Pascasarjana di Universitas Indonesia (UI), Depok hingga mendapat gelar M.Hum.
"Awalnya, saya memberontak pada Allah. Minggir, semua minggir," demikian pengakuan Sinta Nuriyah, ketika mengalami kelumpuhan.
"Saat kuliah, saya harus ditandu ke lantai atas di UI," kenang Sinta Nuriyah.
Tapi, justru di situlah, ia berkesempatan menempuh pendidikannya dengan baik. Sinta Nuriyah pun dikenal sebagai penulis di sejumlah majalah, termasuk di Majalah Zaman dan Majalah Matra (keduanya sudah tak terbit).
Sinta Nuriyah banyak melakukan kritik justru pada konsep-konsep kesetaraan jender. Lewat kitab kuning, yang dikenal di pesantren, Kitab Uqudulijain. Dalam kitab tersebut dinilai sangat bias jender.
Di sinilah, Sinta Nuriyah dikenal sebagai aktivis kesetaraan jender, yang dikukuhkan dengan berdirnya Puan Amal Hayati, sebuah yayasan yang didirikannya dan aktif hingga kini.
Sebelum Gus Dur menjadi Presiden, Sinta Nuriyah telah melakukan aktivis rutin setiap bulan Ramadhan. Dengan menggelar Sahur Bersama bersama kaum dhuafa dan orang-orang miskin. Hal ini dilakukan di sejumlah tempat ibadah, bukan hanya di masjid, melainkan juga di gereja, kelenteng dan rumah ibadah agama lainnya.
"Buka puasa dan sahur bersama itu untuk mengekspresikan kebersamaan tentang rasa hormat, tolong menolong, saling menyayangi antaranak bangsa Indonesia," tutur Sinta Nuriyah.
Menurutnya, Indonesia adalah satu meskipun terdiri atas berbagai suku, bangsa, agama dan budaya, yaitu satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.
Kegigihan Sinta Nuriyah aktif di tengah masyarakat, agaknya mendapat apresiasi dari Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. KH. Yudian Wahyudi Asmin. Dengan Penganugerahan Doktor (Honoris Causa) itu, membuktikan, Sinta Nuriyah sebagai Sosok Pembelajar dari pesantren yang terus menyampaikan pesan-pesan kebaikan kepada masyarakat, bangsa dan negaranya.
Catatan ngopibareng.id, istri Presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid, sebelumnya mendapat anugerah gelar 'Ibu Bangsa' oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Penyematan gelar diberikan saat seminar dalam rangka peringatan Hari Ibu.
"Penghargaan ini beban sekaligus amanah dan cambuk bagi saya untuk melecut semangat perjuangan demi keutuhan bangsa dan negara," kata Sinta Nuriyah, ketika menerima penghargaan itu di Auditorium Adhyana, Wisma Antara, Jakarta, akhir Desember 2018.
Menurut Sinta Nuriyah, persatuan dan kesatuan merupakan pilar suatu bangsa agar dapat berdiri tegak. Salah satu cara yang dilakukannya, dengan dengan menggagas acara buka puasa dan sahur bersama dengan mengajak seluruh komponen bangsa tanpa melihat agama dan asal-usulnya.
"Penghargaan ini semoga bisa menjadi obor semangat untuk terus berjuang merajut keutuhan bangsa dan negara," tuturnya.
Sinta Nuriyah Wahid tak diragukan kiprahnya di tengah masyarakat. Menjadi 'Ibu Bangsa' bagi perempuan Indonesia adalah kewajiban, bukan pilihan. 'Ibu Bangsa' sejati harus maju dan mampu menjadi teladan.