Besar Bukan Sekadar Nama dan Catatan, Ini Fakta Muhammadiyah
Muhammadiyah itu bukan sekadar besar secara nama dan catatan, tetapi besar dari fase ke fase sampai kini memasuki usia ke- 106 tahun, dan Muhammadiyah tetap konkret. Terlebih juga diikuti oleh gerakan perempuannya ‘Aisyiyah yang sudah memasuki 100 tahun lebih.
“Kebesaran Muhammadiyah itu karena adanya sebuah kemajuan, prestasi, mutu dan kualitas yang menggairahkan, sekaligus member kekuatan pengembangan. Bukan bermaksud sombong, tetapi agar gairah memajukan itu timbul,” kata Malik Fadjar, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Sabtu 9 Maret 2019.
Menurut Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, kemajuan Muhammadiyah di Jawa Timur sekarang ini sudah besar dan menggairahkan.
“Ciri khas Muhammadiyah dari perjalanan waktu ke waktu bukan berada di pinggiran dan suasana yang sedih tetapi gembira, menyenangkan, mengasyikan sekaligus mencerdaskan. Nah sekolah Muhammadiyah harus di bawa ke situ,” ujarnya di depan pimpinan dan dosen perguruan tingi Muhammadiyah se-Surabaya.
“Kemajuan kampus bukan karena gedungnya menjulang tinggi tetapi karena spirit akademik dengan suasana lahir dan batin kehidupan orang-orang berilmunya memancarkan. Dan itu di peroleh dari tradisi para pengajarnya yang menghidupkan ‘iqro’,“ jelas Malik.
Mantan Mendikbud zaman Presiden Habibie, yang kini Dewan Pertimbangan Presiden RI, mengungkapkan sebelumnya dalam Diskusi dan Sharing Pengembangan Perguruan Tinggi Muhammaidiyah Se-Jawa Timur, pada 6 Maret 2019 di Gedung At-Tauhid Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Malik Fajar memperjelas, bahwa yang mengangkat Muhammadiyah menjadi besar adalah pergerakan dengan pikiran-pikiran besar dan pandangan-pandangan besar.
“Untuk itu, Muhammadiyah mendidik dan mengajak mahasiswa lewat perguruan tingginya menatap masa depan yang lebih besar, karena mereka generasi yang akan datang,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu pula Malik Fajar berpesan agar para dosen pengajar di Perguruan Tinggi Muhammadiyah memberi suasana lahir dan batin dalam suasana pemikiran besar kepada para mahasiswanya.
“Kelemahan dunia sekarang ini termasuk para dosen adalah mengalami ganguan terutama handphone, jadi dosen kurang dalam ber-iqro’ (membaca buku), “sebutnya.
Atas dasar itu Malik mengingatkan agar Perguruan Tinggi Muhammadiyah lebih banyak menghidupkan ruang-ruang kepustakaan di kampusnya.
“Kemajuan kampus bukan karena gedungnya menjulang tinggi tetapi karena spirit akademik dengan suasana lahir dan batin kehidupan orang-orang berilmunya memancarkan. Dan itu di peroleh dari tradisi para pengajarnya yang menghidupkan ‘iqro’,“ jelas Malik. (adi)