Berurai Air Mata, Begini Selembar Kertas Pledoi Meiliana
Siapa pun yang membacanya, rasanya mau menjerit sekerasnya. Membaca tulisan pledoinya berlinang air mata dari ibu empat anak ini.
"Siapa pun kalian yang ikut membuat ibu empat anak tak berdosa ini menderita dan masuk penjara...saya mengutuk kalian semua," kata Wati, seorang warganet, Jumat 24 Agustus.
Sejumlah warganet memberikan komentar atas Pembelaan Meiliana Lewat Selembar Kertas.
Berikut ngopibareng.id menampilkan khusus Pembelaan Meiliana, ditulis di selembar kertas, tertanggal PN Medan, 13-8-2018:
Saya Meiliana. Semenjak di rutan/lapas, saya merasa sedih karena meninggalkan anak-anak saya dan keluarga.
Semenjak saya ditahan, saya kehilangan pekerjaan dan pendapatan untuk anak-anak saya dan di kota Medan saya tidak bisa bekerja dan di rumah saja. Dan suami saya pun sama-sama tidak bisa bekerja seperti biasa karena di kota Medan tidak ada yang bisa kami kerjakan. Dan saya pun merasakan ketakutan setiap saat dan anak-anak saya pun merasakan ketakutan asal ada keramaian dan sampai sekarang masih trauma.
Sampai sekarang saya masih takut dan sekarang masih menanti tuntutan jaksa. Takut atau sedih karena saya tidak bersalah.
Saya tidak bersalah karena saya tidak pernah melakukan itu. Saya hanya berbicara spontan saja pada teman saya Kak Uwok. Tidak ada maksud menjelek-jelekkan agama orang lain karena saudara saya pun ada yang beragama Islam. Itu adalah bagian dari saya.
Harapan saya ingin bebas
Terima kasih
Meiliana
Warga Negara Indonesia
Menanti tuntutan jaksa.
"Saya hanya berbicara spontan saja pada teman saya Kak Uwok. Tidak ada maksud menjelek-jelekkan agama orang lain karena saudara saya pun ada yang beragama Islam. Itu adalah bagian dari saya."
Kasus ini bermula dari obrolan Meiliana dengan seorang pada Jumat pagi, 22 Juli 2016. Meiliana meminta tetangganya memberi tahu agar pengurus masjid BKM Al-Makhsum mengecilkan volume pengeras suara.
Masjid itu dekat tempat tinggal Meiliana di Jalan Karya, Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai. Permintaan itu akhirnya sampai ke telinga pengurus Masjid Al-Makhsum. Pihak pengurus lantas mendatangi dan menanyakan permintaan perempuan itu. Pertemuan itu sempat memanas lantaran pengurus tak terima dengan sikap Meiliana yang menyoal volume.
Suami Meiliana, Lian Tui, sempat mendatangi masjid dan meminta maaf atas peristiwa itu. Tapi isu sudah terlanjur menyebar. Di media sosial, beredar informasi keliru, Meiliana melempari masjid, mengusir imam, dan menghentikan salat maghrib. Itu semua tidak benar. Massa tak terima dengan sikap Meiliana dan mendatangi rumah Meiliana dan merusaknya. Amuk massa meluas. Sejumlah vihara dan klenteng berikut sejumlah kendaraan di kota itu dirusak dan dibakar.
Polisi menangkap pelaku kerusuhan. Delapan orang diajukan ke pengadilan. Pada 23 Januari 2017, Hakim Pengadilan Negeri Kota Tanjung Balai memvonis mereka dengan hukuman rata-rata 1 bulan. Hukuman paling tinggi diterima Zakaria Siregar, pelaku berstatus mahasiswa yang dituntut lima bulan dan akhirnya divonis 2 bulan dan 18 hari. (adi)