Beruang dan Rezeki yang Selalu Datang
Namanya Tony Hardiyanto, tapi kami—teman dekatnya, memanggilnya Beruang Kutub. Dulu kurus kering, sekarang dia makmur. “Beratku sudah 102 Kg, mulai mengurangi makan,” jelasnya.
Saya bertemu dia, pada Sabtu lalu. Di sela-sela kesibukannya mengurusi workshop entrepreneur di Bekasi. “Alhamdulillah Om, bisnis perumahan saya lancar,” katanya.
Dia masih mengerjakan satu klaster perumahan di Bojonegoro, Jawa Timur. Isinya sebelas kavling. Sekarang sudah laku delapan rumah.
Teknik marketingnya unik. Tanpa memasang iklan atau sebar brosur. Tapi calon pembeli tetap datang.Bahkan mereka memilih membayar kontan bertahap, bukan kredit melalui bank.
“Pembelinya datang sendiri. Ada orang lewat, terus beli,” lanjutnya sambil tertawa terbahak-bahak.
Takjub saya dibuatnya. Entah, ilmu marketing macam apa yang dilakukan. Lancar dengan proyek pertama, dia segera mencari peruntungan baru.
Membuka dua proyek lanjutan. Proyek ke-2 berupa klaster dengan dua puluh dua rumah. Serta proyek ketiga, satu klaster dengan lima rumah.
Bisnis properti ini bermula dari hal sederhana. Dia saat ini sedang membangun rumah, gede sih ukurannya. Rencananya, ada kolam renangnya.
Karena itu, mulai banyak orang menawarkan tanah. Imbasnya, kini pembangunan rumahnya terhenti. “Karena seluruh tukang pindah kerja ke proyek,” jelasnya.
Mendengar hal itu, seorang teman segera mengingatkannya. Agar rumah segera diselesaikan. “Takut orang beranggapan, dirimu ada pesugihan,” ucapnya.
Memang, urusan rumor pesugihan gampang merebak di kampung. Apalagi kalau ada uang di laci yang sering hilang. Konon, ciri pemilik pesugihan sederhana. Tiap tahun dia harus bangun rumah.
Mendengar hal itu, Beruang agak terdiam. Namun, dia tidak terlalu risau. Alasannya sederhana. Duit tabungannya, sudah masuk semua ke proyek.
Untuk ketiga proyek perumahan itu, Beruang mengerjakannya sendiri. Tanpa modal pinjaman dari bank. Saat beberapa teman menawar ikut investasi, dia menggeleng. Hanya membalas dengan senyuman.
“Hasilnya ditabung, buat menyekolahkan anak di Inggris atau di Amerika,” katanya beralasan. Padahal, anaknya baru satu. Perempuan, saat ini, berumur tiga tahun.
Ngomongin masalah sekolah, Beruang punya cerita unik sendiri. Dia sekolah SD sampai SMA di kampung. Mungkin karena beruntung, dia diterima di Fisipol UGM.
Lama kuliahnya. Skripsi bolak-balik tak pernah tuntas. Selalu penuh revisi. Tak seperti revisi UU KPK yang selesai dalam hitungan hari.
Akhirnya dia lulus, setelah 8,5 tahun kuliah. Hidupnya yang susah, membuatnya bekerja keras. Demi mencukupi biaya kuliah dan hidup di Jogja.
Termasuk memutar otak agar mendapat beasiswa. Atau berdagang demi uang sampingan. Dari berjualan ayam goreng hingga membuat seminar.
Sejak kuliah, hobinya travelling. Tapi, model backpackeran. Sampai sekarang, sudah lebih dari 46 negara disinggahinya.
Memang ampuh untuk yang urusan yang satu ini. Anak kampung yang punya mimpi tinggi. Berkeliling dunia.
Karena biasa travelling, dia pun membuka usaha penjualan tiket pesawat terbang. Membantu mencari harga termurah. Baik untuk lokal atau manca negara.
Beberapa teman yakin, gampangnya rezeki menghampiri beruang karena satu hal. Doa tak pernah putus dari orang tercintanya. Siapa lagi kalau bukan ibunya: Ibu Beruang.
Saya dan istri bertemu Ibu Beruang, tiga tahun lalu. Saat kami piknik dan umroh backpackeran. Dimulai dari Kuala Lumpur, Kairo, lantas ke Madinah, dan terakhir ke Mekah.
Ibu Beruang sangat kalem, lembut, dan baik hati. Pernah, ibunya bertanya kepada kami, kenapa Nony—panggilan kesayangan putranya, diubah jadi beruang. Saya dan istri, lantas berpandangan.
Kami mencari kata yang pas. Agar jawaban tidak mengecewakannya. “Beruang artinya banyak uang Bu, mungkin itu maksudnya. Agar Tony, sukses dan kaya raya,” jawab istri saya berdiplomasi.
Tentu saja, saya mengamini jawaban itu. “Betul, Bu. Doa agar dia sukses,” timpal saya. Mendengar jawaban itu, sorot mata ibunya terlihat cerah.
Saat itu, walau ada ibunya, herannya, Beruang sibuk sendiri. Untung, ada istri saya yang mau menemani sang ibu. Mengajaknya ke raudah di Masjid Nabawi atau mendampingi saat thowaf di Kabah.
Beberapa kali, kami berbincang dengannya. Tentu saja, lebih karena anaknya itu. Kami ingin tahu lebih banyak, tentang anak muda yang di mata kami sangat unik.
Rezekinya sangat banyak. Padahal hobinya hanya makan, tidur, dan makan. Tapi kok duit sepertinya tahu nomor rekening banknya.
Tak heran saldo tabungannya melimpah. Walau tinggal di kampung, dia memilih membeli mobil Harrier. Plat nomornya juga cantik: S 1 TH.
Bisnisnya dari jual beli tiket online dan event organizer seminar. Tapi kami yakin ada hal yang tak biasa atas fenomena itu. Pasalnya, bisnis serupa juga bejibun.
Jadi apa rahasianya? Pertanyaan itu, yang akhirnya disodorkan ke Ibu Beruang. “Tiap malam, saya mengaji Surat Ar Rahman, Al Waqiah, dan Al Mulk. Tentu doa untuk Beruang,” ungkap Ibu Beruang kepada istri saya.
Tak cuma itu, ritualnya ditambah dzikir dan shalat malam. Dari seusai Isya’ hingga masuk salat Subuh. Jadi ngaji ketiga surat itu diulang-ulang sebanyak-banyaknya.
Puluhan, mungkin ratusan kali. Sang ibu pun baru beristirahat seusai salat Subuh. “Tiap hari,” tegasnya.
Wow, jawaban ini membuat istri terhenyak. Terdiam sebentar. Ternyata mengaji, dzikir, serta doa tulus seorang ibu yang dikerjakan secara istiqomah adalah pembuka guyuran rezeki.
“Kuat ngga ya, saya melakukan itu. Tiap hari,” gumam istri saya, saat dia menceritakan hasil ngobrolnya itu. Tapi jurus mujarab ini tentu sangat sayang bila dilewatkan. Akhirnya kami pun meniru.
Kami mulai dari yang gampang saja dulu. Tiap pagi, sambil berangkat kerja kami mendengarkan murotal ketiga surat tadi. Sekalian kami hafalkan.
Ngajinya belum bisa tiap malam atau dzikir puluhan kali. Karena berangkat pagi dan pulang malam, membuat badan kami langsung lunglai saat mencium bantal. Ketiduran.
Setelah mencoba rahasia pengetuk pintu langit itu, hasilnya mulai kami rasakan. Banyak limpahan rezeki. Diberi rasa kecukupan rezeki.
Tak cuma itu, nikmat kesehatan juga terasa. Termasuk kesempatan untuk membahagiakan keluarga besar. Bila bertemu masalah, selalu ada jalan keluar.
Jujur saja, saya masih penasaran. Akhirnya, kami mencoba melakukan jurus itu lebih sempurna. Tiap hari, kini, saya memaksa untuk rutin mengaji.
Tentu saja, sesekali kami masih juga membaca novel fiksi. Istri pun mulai memaksa salat malam. Hasilnya? Lebih baik.
Jadi kalau ada teman yang merasa rezekinya tertutup, saya hanya memberi satu saran. Ikuti jurus Ibu Beruang. Hasilnya sempurna.
Ajar Edi, kolomnis “Ujar Ajar” di ngopibareng.id