Bertemu Muhammadiyah, Begini Sikap Muslim China soal Uighur
Kondisi kehidupan umat Muslim di China, khususnya Muslim Uighur (China Bagian Barat), mendapat sorotan dunia. Dikabarkan melalui berbagai media, Uighur mendapatkan perlakuan tidak adil dan diskriminatif oleh pemerintah setempat. Demikian itulah dibantah Vice President China Islamic Assosiation, Abdullah Amin Jin Rubin.
Menurutnya, kehidupan umat Muslim, baik di China secara keseluruhan maupun di Uighur, memiliki kebebasan yang sama dan perlakuan pemerintah yang baik.
“Di China terdapat 5 agama, dan perlakuan pemerintah terhadap kelima agama ini sama. Termasuk kepada umat Muslim. Baik umat Muslim yang ada di China secara keseluruhan maupun umat Muslim yang ada di Uighur. Buktinya di sana (baca Xinjiang), di mana tempat suku Uighur berada, terdapat 28.000 masjid dan 30.000 lebih imam shalat. Bahkan di Xinjiang ini, pemerintah ikut serta mendukung berdirinya Islamic College. Jadi kehidupan beragama umat muslim disana bagus saja”, tuturnya.
Penjelasan tersebut disampaikan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
“Di China terdapat 5 agama, dan perlakuan pemerintah terhadap kelima agama ini sama. Termasuk kepada umat Muslim. Baik umat Muslim yang ada di China secara keseluruhan maupun umat Muslim yang ada di Uighur. Buktinya di sana (baca Xinjiang), di mana tempat suku Uighur berada, terdapat 28.000 masjid dan 30.000 lebih imam shalat. "
Sebelumnya, Haedar Nashir sempat mempertanyakan simpang siur kondisi umat Muslim, khususnya di Xianjiang dalam kunjungan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan rombongan di Assosiation Islamic China, Jumat 14 September 2018.
Menurut Haedar, selain berbicara tentang pentingnya kemitraan dua organisasi ini, yaitu Muhammadiyah dan Assosiation Islamic Tiongkok, ketua Asosiasi Islam Tiongkok perlu menjelaskan, kondisi kehidupan umat Muslim Uighur di Xinjiang.
“Kiranya perlu kami tanya kembali, tentang kondisi umat muslim di Tiongkok khusus di Xinjiang. Sebab jika kondisi umat Muslim Uighur di Xinjiang sebagaimana yang diberitakan, seperti adanya kekerasan dan perlakuan diskriminatif, tentu ini akan menjadi catatan buruk bagi umat Islam di mana pun berada”, tutur Haedar.
Dalam pertemuan sebelumnya dengan Menteri Adminitrasi Urusan Agama China, pihak pemerintah China telah memberikan jawaban, bahwa tidak adanya diskriminasi terhadap umat Muslim. Namun karena jawaban tersebut keluar dari pemerintah yang kebetulan notabene non Muslim, ada anggapan bahwa jawaban tersebut hanya lips service dan menutupi fakta sebenarnya.
Menanggapi jawaban vice presiden Assosiation Islam China, Haedar sendiri lebih melihat persoalan secara umum, di mana pertumbuhan dan kondisi kehidupan umat Muslim secara menyeluruh lebih baik dan perlu diapresiasi.
Dan jika ada pada sebagian masyarakat muslim di Uighur yang kurang mendapatkan perlakuan yang sama, tentu ini persoalan pemerintah setempat untuk menyelesaikannya.
Karena sebagaimana disampaikan Abdullah Amin, masyarakat Uighur bukan saja beragama Islam, ada agama lain. Dan persoalan yang mendasar disana adalah persoalan ekonomi. Oleh karenanya, pemerintahan China, Mulai memperhatikan perbaikan kehidupan di kawasan China bagian barat ini.
Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti melihat kondisi umat Muslim di Uighur Xinjiang tidak seperti yang diberitakan.
“Hari ini kita mendapatkan informasi yang seimbang, yaitu dari pemerintah dan juga dari organisasi Islam. Jadi saya pikir apa yang dikembangkan oleh media tertentu tentang Islam Uighur di Xinjiang, berlebihan, walaupun ada perlakuan yang berbeda terhadap umat muslim disana, tidak bisa diabaikan. Akan tetapi kita tetap harus hati-hati, mengembangkan opini-opini yang tidak sesuai fakta” , ungkap Mu’ti, dikutip ngopibareng.id dari suaramuhammadiyah.or.id, Selasa 25 Desember 2018.
Terkesan Muhammadiyah
Pertemuan antara Muhammadiyah dan Assosiasi Islam C ini, mendapat apresiasi dan kesan yang baik di mata pengurusnya. Sebab, jauh sebelumnya, mereka sudah mengetahui tentang sepak terjang Muhammadiyah di tanah air. Bagi Assosiasi Islam China, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam di Indonesia yang memiliki peran penting dalam kebangsaannya.
“Kami sangat terkesan dengan pola keberagamaan Muhammadiyah. Ia memiliki andil besar bagi kehidupan berbangsa. Besar harapan kami, Muhammadiyah dapat bekerjasama dengan kami, khususnya dalam dunia pendidikan keagamaan serta manajemen ibadah haji. Sebab di China tiap tahunnya jamaah yang berangkat 12.000 jamaah”, ungkapnya.
Atas harapan tersebut, Haedar merespon baik bahwa Muhammadiyah sangat terbuka untuk bekerjasama, apalagi selama ini, sudah ada hubungan baik antara Assosiation Muslim China dengan Muhammadiyah.
“Kami sangat terbuka atas kerjasama ini. Insyaallah Muhammadiyah terbuka meningkatkan kerjasama antar dua organisasi ini. Sehingga, baik di China maupun di Indonesia, tumbuh kehidupan beragama yang lebih baik”, tutur Haedar.
Assosiation Islamic China sendiri merupakan organisasi tingkat pusat yang merupakan gabungan atau assosiasi organisasi-organisasi islam di berbagai daerah. Hingga saat ini, Assosiation Islamic China sudah memiliki 10 lembaga pendidikan di China. Lembaga pendidikan pertama didirikan tahun 1956. Keberadaan organisasi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, baik lahan maupun dana.
Atas keberadaan organisasi ini, umat Muslim tumbuh pesat di negeri tirai bambu ini. Setidaknya ini bisa dilihat dari jumlah masjid yang ada di China, yang kini berjumlah 39.000 masjid dan 56.000 imam.
Usai pertemuan ini, Ketua Umum beserta rombongan Pimpinan Pusat Muhammadiyah diajak untuk shalat Jumat di masjid pertama yang dibangun di China, Masjid Niu Jie. (adi)
Advertisement