Bertemu Menteri Agama Kerajaan Oman, Ini Perjalanan Yenny Wahid
Direktur Wahid Foundation Jakarta, Zanuba Arifah Chafshoh-Rahman alias Yenny Wahid,mengadakan perjalanan dua minggu ke Eropa. Begitu mendarat di Jakarta dari kegiatan dua minggu di Eropa, Sabtu 16 November, putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ini langsung bertemu Menteri Urusan Agama dan Waqaf Kerajaan Oman (Minister of National endowment and Religious Affairs), Dr. Abdullah al Salmi.
Didampingi Dubes Oman, Sayyed Nizar, Yenny Wahid hadir dalam sebuah agenda Day for Tolerance Ceremony and Roundtable Discussion.
Putri dari almarhum presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini, menggauli beragam budaya, menggeluti ragam pemikiran, dan aliran agama dari berbagai kenalan ayahnya yang berasal dari mancanegara.
Terlahir di tengah keluarga pesantren di Jombang, ia juga memiliki pemahaman nilai- nilai keislaman dan budaya Jawa yang kuat, baik secara teori maupun praktek. Ini menjadi bekal bagi Yenny dan tiga saudara perempuannya untuk melangkah keluar, tidak hanya ke Jakarta tapi juga ke luar negeri.
“Ini semua sangat membentuk watak kami yang inklusif, menerima bahwa semua orang berhak untuk mempercayai kebenarannya masing-masing. Tidak bisa kita memaksa orang untuk mengikuti jalan kebenaran kita,” tutur Yenny.
Pengalamannya berkerja sebagai koresponden media Australia, serta belajar di AS, semakin membentuk sikap toleran yang telah terpupuk sejak dini. Pengalaman saat berinteraksi dengan orang-orang asing di luar negeri membuatnya menyadari kondisi minoritas.
"Bahwa menjadi minoritas akan sangat terasa kalau diberlakukan tidak enak dan juga terasa kalau diperlakukan nyaman. Dari sana pemikiran toleransi itu mengental,” ujar Yenny.
Adanya keinginan untuk menjembatani perbedaan di Indonesia telah mendorong Yenny mendirikan The Wahid Institute yang sekarang berubah nama menjadi The Wahid Foundation. Yayasan ini pada awalnya mengadakan berbagai diskusi mengenai keberagaman dengan mengundang pemikir Islam dan Barat.
Kemudian gerakan yayasan ini semakin berkembang menjadi pembangunan toleransi dan perdamaian dari tingkat bawah melalui program Desa Damai (Peace Village) yang dicanangkan sejak 2012.
Program ini memakai berbagai pendekatan, tidak hanya pendekatan transfer nilai, tapi juga ekonomi, dan penguatan perempuan. Penguatan nilai- nilai aparatur negara di tingkat lokal.
Desa Damai ini memberikan akses permodalan dan ekonomi kepada ibu-ibu dari berbagai budaya dan agama di desa-desa. Tujuannya untuk membangun dialog antara mereka sendiri, yang untuk mencari persamaan, sehingga tercipta kerukunan, keguyuban, dan kerjasama. Saat ini sudah terdapat 9 desa di Pulau Jawa yang menyatakan diri sebagai Desa Damai.
"Desa ini menciptakan suasana yang toleran, dan juga menumbuhkan perekonomian mereka. Kini sudah puluhan ribu masyarakat yang terdampak dari program ini," kata Yenny.
Menurut Yenny, nilai- nilai Islam yang diajarkan kepadanya sejak kecil. "Orang yang paling bermanfaat adalah orang yang berguna untuk sesama. Tidak boleh hidup hanya untuk diri sendiri," kata Yenny.
Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk melakukan berbagai kegiatan untuk mendorong perekonomian masyarakat, khususnya kaum perempuan.
Melalui The Wahid Foundation yang didirikannya, ia menggerakkan pembangunan toleransi dan perdamaian dari tingkat bawah melalui program Desa Damai (Peace Village).
Program ini memakai berbagai pendekatan, tidak hanya pendekatan transfer nilai, tapi juga ekonomi, dan penguatan perempuan. Penguatan nilai- nilai aparatur negara di tingkat lokal.
Yenny memaparkan, program ini sangat penting karena persoalan-persoalan mendasar, seperti keadilan yang berkaitan dengan kesejahteraan, harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum mengajak mereka berdiskusi.
Desa Damai ini memberikan akses permodalan dan ekonomi kepada ibu-ibu dari berbagai budaya dan agama di desa-desa. Tujuannya untuk membangun dialog antara mereka sendiri, yang untuk mencari persamaan, sehingga tercipta kerukunan, keguyuban, dan kerjasama. Ketika ada kerjasama apalagi di bidang ekonomi, maka ada usaha bersama yang banyak orang merasa memiliki, sehingga usaha akan menjadi lebih maju.
“Kita berangkat dari pemikiran mereka itu kecenderungannya, mainnya dengan kelompok mereka sendiri. Ibu-ibu majlis taklim mainnya sesama mereka saja, ibu-ibu gereja juga mainnya sesama mereka saja, begitu juga agama lain. Jarang sekali setelah keluar dari bangku sekolah, kalau bangku sekolah negeri, sering berinteraksi dengan orang dengan latar belakang berbeda,” ujar Yenny.
Program yang dibentuk sejak 2012 ini telah membuahkan hasil, dengan sebanyak 9 desa di Pulau Jawa mendeklarasikan diri sebagai Desa Damai. Para perempuan di desa-desa tersebut dibekali dengan akses permodalan untuk meningkatkan ekonomi mereka, dengan membuat usaha tingkat desa.
One village, one product. Meskipun dalam prakteknya, masyarakat desa membuat lebih banyak produk. Jadi secara ekonomi, sembilan desa tersebut menjadi lebih kuat.
Para ibu di desa tersebut memiliki tambahan penghasilan, melalui beragam usaha seperti One Laundry, yang membuat agen laundry, serta One Cookies yang membantu produk kue para ibu-ibu dijual dengan kemasan menarik sehingga memiliki daya jual lebih tinggi.
Tidak hanya memberi bantuan ekonomi, program ini juga melakukan transfer nilai, nilai-nilai tentang toleransi perdamaian dan juga untuk masa depan yang lebih cerah. Contohnya dengan fasilitasi cara membuat perencanaan keluarga.
“Dulunya terbelit utang, Sekarang bisa nabung. Sederhana memang, tapi syarat untuk orang bisa maju, dia punya target masa depan, dan mengelola hidupnya untuk mencapai target tersebut. Salah satunya target keuangan, sehingga masa depan lebih terjamin,” tuturnya.
Kesuksesan ini membawa badan PBB untuk pemberdayaan perempuan, UN Women, berinisiatif mengajak The Wahid Foundation untuk bekerja sama pada 2015. Kemudian tahun lalu, Yenny diundang ke PBB untuk mengenalkan program-program ini yang menunjukkan keberhasilan Indonesia mendorong perdamaian dan toleransi, sekaligus pemberdayaan perempuan.
UN Women kemudian mengundang dua perempuan penerima manfaat langsung program Desa Damai ke acara UN Women yang diselenggarakan di Jepang.
"Ini suatu kebanggaan untuk para ibu-ibu ini. Tidak hanya meningkatkan ekonomi mereka, tapi juga rasa percaya diri mereka. Sebagai perempuan, mereka bisa berkontribusi besar".
Demikian Yenny Wahid menuturkan pengalamannya.
Advertisement