Bertemu Siswa Inklusi Korban Perundungan, Walikota Eri Ungkap Hasil Percakapannya
Walikota Eri Cahyadi mengaku telah bertemu langsung dengan CW, seorang murid kelas 9 sebuah SMP Negeri di Surabaya, yang mengaku sebagai korban perundungan teman sekelasnya.
Eri mengatakan, CW adalah anak yang luar biasa dan memiliki kemampuan yang berbeda dengan kawan sebayanya. Saat berkunjung ke sekolah CW, Eri mengaku banyak ngobrol yang awam untuk diketahui anak sepantarannya.
"Jadi dia ini adalah siswa yang luar biasa. Dia memiliki kelebihan. Dia anak yang punya potensi dan punya kemampuan yang luar biasa. Tidak dalam satu hal ini saja karena dia ternyata bisa tahu penentuan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan irisannya dengan Kartu Indonesia Pintar," ungkap Eri kepada awak media.
Selain berbincang tentang penentuan MBR dan KIP, Eri juga menuturkan, anak tersebut juga berdiskusi mengenai pasal-pasal yang mengatur mengenai restorative justice. CW juga mengaku paham mengenai kejadian yang menyita perhatian publik, yakni inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Eri di RS dr. Soewandi beberapa tahun silam saat masa awal menjabat sebagai Walikota Surabaya.
"Dia malah mengatakan ke saya, pak Eri, kenapa waktu marah-marah di RS Soewandi tidak langsung mengeluarkan orang itu? Karena walikota yang lain itu mengeluarkan," ucapnya.
Pertanyaan CW pun langsung ditimpali oleh Eri. "Saya sampaikan ke dia, saya dan kamu diciptakan Tuhan untuk merubah yang jahat menjadi baik. Untuk merubah jelek dan jadi baik. Ketika orang itu berbuat salah, maka tidak harus selalu kita keluarkan, tapi kita jadikan mereka menjadi orang yang baik," lanjutnya.
Mengenai kasus spesial CW yang merupakan siswa inklusi serta untuk mencegah kejadian serupa terjadi di sekolah-sekolah lainnya, Eri menyebut, pihaknya akan melakukan evaluasi atas sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah se-Kota Pahlawan yang menjadi kewenangan pemerintah kota, khususnya bagi anak-anak yang tergolong inklusi.
"Untuk ini, kami berdiskusi dengan dewan pendidikan bahwa sekolah bertanggung jawab untuk menyalurkan pendidikan pengajaran yang lebih kepada siswa inklusi dengan siswa siswa lain. Ini yang harus kita lakukan evaluasi," tegasnya.
Dengan kondisi CW yang seringkali labil juga, Eri juga mengharapkan orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya juga memiliki rasa kepedulian dan pemahaman yang sama mengenai hal tersebut. Mantan Kepala Bappeko Surabaya ini mengatakan, sisi psikologis dan perasaan dari anak-anak inklusi, seperti CW harus diperhatikan secara khusus.
"Jadi dalam kondisi anak begini. Ini juga disampaikan, ayo dikembalikan ke sekolah, bagaimana menjadikannya bisa menjadi seperti teman lagi, seperti saudara lagi. Karena tadi itu, setiap orang yang punya kelebihan, dia kan peka perasaannya. Ketika punya peka perasaan, itulah maka disitulah psikologi, guru juga harus ada yang dekat," pungkasnya.
Advertisement