Bertawakal yang Benar, Begini Jalan Tasawuf Modern
Prof Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) menulis kitab khusus Tasawuf Modern. Buku karya ulama Muhammadiyah ini, seolah menepis tuduhan bila kaum modernis anti terhadap dimensi kerohanian terdalam ajaran Islam itu.
Di antaranya dijelaskan Buya HAMKA soal tawakal dan berserah diri kepada Allah Ta'ala. Cara bertawakal yang benar.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ يَقُوْلُ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ.
Dari Anas bin Malik berkata ; Ada seorang lelaki yang bertanya : Wahai Rasulullah apakah aku harus mengikat untaku kemudian bertawakal atau aku melepaskannya saja kemudian bertawakal ? beliau menjawab : " Ikatlah untamu kemudian bertawakallah." (H. R. Tirmidzi no. 2707)
Allah Tak Butuh Kita, Kita yang Butuh Allah
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yg berkaitan dengan hati).
Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam2 ibadah yg berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yg menjadi tujuan penciptaan manusia.
Allah SWT berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭَﺍﻟْﺈِﻧﺲَ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭﻥِ ﻣَﺎ ﺃُﺭِﻳﺪُ ﻣِﻨْﻬُﻢ ﻣِّﻦ ﺭِّﺯْﻕٍ ﻭَﻣَﺎ ﺃُﺭِﻳﺪُ ﺃَﻥ ﻳُﻄْﻌِﻤُﻮﻥِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺮَّﺯَّﺍﻕُ ﺫُﻭ ﺍﻟْﻘُﻮَّﺓِ ﺍﻟْﻤَﺘِﻴﻦُ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. ” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yg membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yg menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yg beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yg disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yg beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yg disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yg mengesakan Allah).
Kebutuhan Manusia
Manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala2nya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah.
Kebutuhan akan tuntunan kepada jalan yg benar, dipermudahnya hati menerima kebenaran dan menjalankannya adalah yg utama, menjadikan Allah SWT sebagai tujuan terbesarnya, meraih keredhoan-Nya.
Di sanalah Allah SWT yang memiliki segala kebaikan dan segala kemenangan yg hakiki, pemilik dunia dan akhirat dimana kedua-Nya berada dalam genggaman-Nya.
Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah.
Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok yang muncul dari hati karena menggunakan akal fikirannya dalam mengamati tanda2 kebesaran Allah SWT, limpahan nikmat karunia dan keagungan Syariat-Nya, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hambaNya yang mukmin:
ﻳُﺤِﺒُّﻬُﻢْ ﻭَﻳُﺤِﺒُّﻮﻧَﻪُ
“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya .” [Al-Maa-idah: 54]
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺃَﺷَﺪُّ ﺣُﺒًّﺎ ﻟِّﻠَّﻪِ
“Adapun orang-orang yg beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah .” [Al-Baqarah: 165]
ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳُﺴَﺎﺭِﻋُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮﻧَﻨَﺎ ﺭَﻏَﺒًﺎ ﻭَﺭَﻫَﺒًﺎ ۖ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻟَﻨَﺎ ﺧَﺎﺷِﻌِﻴﻦَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang2 yg selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang2 yg khusyu’ kepada Kami. ” [Al-Anbiya’: 90]
Semoga kita dan seluruh keluarga kita selalu beriman, bertaqwa, bertawakal kepada Allah, selalu mendapat hidayah dan ridha-Nya. Amin....!!!
Advertisement