Bertahun-tahun Warga Pesisir Kota Gresik Menghirup Debu Batubara
Sudah sejak 2015 warga Kota Gresik, terutama yang tinggal di sisi utara dekat Pelabuhan Gresik , mengirup udara mengandung batubara. Serbuk-serbuk halus batubara hitam seperti kabut, menyatu dengan udara, dan masuk ke paru-paru bayi sampai orang tua.
Sudah sejak 2015, warga di daerah pesisir yang berada di tiga kelurahan yaitu Kroman, Lumpur dan Kemuteran terutama, melakukan protes agar dermaga batubara yang dikelola PT Gresik Jasatama yang berada di wilayah itu dipindahkan, agar kwalitas udara jadi lebih baik dan sehat.
Banner atau spanduk menolak keberadaan dermaga batubara itu tetap dipasang di beberapa titik. Di Kampung Blandongan, Kelurahan Kemuteran, spanduknya bahkan dipasang di gapura kampung selebar 5 meter, dengan tulisan ‘Batubara Mematikan’. Protes tapi dengan nada pasrah.
Tahun 2016 sebenarnya sudah dicapai kesepakatan dalah satu klausulnya berbunyi; Aktifitas bongkar muat batu bara akan segera dipindahkan apabia pembangunan JIIPE (Java Integrated Industrial And Port Estate) telah selesai (sesuai ketentuan pemerintah).
Dan sekarang JIIPE sudah selesai dibangun dan dioperasikan. Lokasinya sebelah barat dermaga milik PT Petro Kimia, jauh dari pemukiman penduduk di sekitar pelabuhan.
“JIIPE sudah beroperasi. Di sana ada fasilitas untuk apa saja, termasuk bongkar muat batubara dari kapal. Jadi sesuai kesepakatan, PT Gresik Jasatama sudah waktunya memindahkan bongkar muat batubaranya ke JIIPE . Pemerintah Kabupeten Gresik tahu adanya kesepakatan ini, juga pihak keamanan,” kata Mohamad Ali Kholil, warga Kemuteran.
Memang, saat ini warga sendiri juga tidak menyatu. “Sejak demo pertama tahun 2016, memang warga tidak lagi solid. Ada yang kemudian malah nakut-nakuti warga agar warga diam saja, tidak perlu protes. Ada beberapa tokoh yang setelah menerima sesuatu dari pihak pengelola bongkar muat batubara, jadi kendor tidak mau lagi ikut berjuang untuk kesehatan anak cucu kita ini,” katanya.
Gresik Kota Paling Tercemar
Tempat bongkar muat batubara itu berada di pantai, berjarak sekitar 300 meter dari perkampungan. Areal bongkar muat itu dikelilingi pagar sepanjang kira-kira 400 meter, dengan tinggi kira-kira 12 meter. Tiang-tiang tinggi berjajar itu untuk menobang jaring plastik untuk menangkap debu batubara agar tidak berterbangan ke luar areal.
Tapi tetap saja ketika ada pekerjaan bongkar muat, debu-debu halus akan melampaui pagar jaring yang sebenarnya sudah cukup tinggi. Jaring itu hanya mampu menjaring debu yang ukurannya lebih kasar.
Gresik bisa saja jadi kota paling tidak sehat di Indonesia. Dari dulu. Banyak industri kimia berdiri di kota pelabuhan paling tua di Jawa Timur ini, termasuk PT Petro Kimia. Dari banyak industri itu Pemkab Gresik mungkin mendapatkan banyak kompensasi termasuk perpajakan.
Tetapi siapa yang akan menanggung kesehatan warga akibat tercemarnya lingkungan permukiman mereka? Siapa yang kelak akan menanggung kesehatan anak-anak warga yang sekarang ini tinggal di Kroman, Lumpur dan Kemuteran itu? Dan siapa akan menanggung kesehatan mereka kelak , ketika mereka sudah dewasa dan ternyata mereka menderita sakit paru-paru karena sejak bayi memang sudah menghirup udara yang tercemar serbuk batubara?
Tanah Reklamasi
Saiful Anam, warga Kampung Blandongan, berdiri dari tempat duduknya di kedai kopi yang terletak di ujung gang. Dia menyeberang jalan, kemudian turun ke pantai . Tak lama kemudian dia datang kembali dengan membawa patahan ranting pohon mangrove. Semua daun dan ranting-rantingnya diselimuti lapisan debu batubara yang berwarna hitam.
“Daun mangrove saja bisa hitam seperti ini, apalagi paru-paru kita yang menyedot udara tiap hari. Semua tanaman mangrove yang kami tanam beramai-ramai tahun lalu sekarang semuanya hitam. Padahal kami tanam bersama anak-anak, ” kata Saiful Anam, yang sehari-hari ini bekerja sebagai nelayan.
“Kami minta PT Jasatama segera memindahkan bongkar muat batubaranya,” Kata Mohamad Ali Kholil.
“Mereka sudah janji, dan sekarang kami menagih janji PT Jasatama. Pemkab Gresik dulu juga berjanji akan segera memimdahkan dermaga batubara ini dari sini. Katanya dulu bongkar muat batubara akan diganti bongkar muat log, ” tambah Saiful Anam sambil menunjuk ke arah pantai, tempat dermaga PT Jasatama berada.
Dermaga dan bongkar muat PT Gresik Jasatama berdiri tahun 1994, dan mulai beroperasi pada tahun 2005 sebagai pelabuhan kering pertama di Gresik. Mengutip dari laman resminya, perusahaan didirikan oleh almarhum co-founder, Surya Riyadi, dan co-founder, Rudy D. Siaputra. PT Gresik Jasatama resminya berdiri di atas lahan reklamasi seluas 8,3 ha, dengan lima dermaga operasional penuh.
Mohamad Ali Kholil maupun Saiful Anam, serta tiga atau empat temannya yang sama-sama nongkrong di warung kopi tidak ada yang mengetahui bagaimana bentuk kerjasama antara PT Gresik Jasatama dengan PT Pelindo III. Yang mereka tau, lahan itu milik Pelindo III. (nis)