Bertahan Hidup, Korban Gempa Lombok Makan Talas
Korban gempa di Dusun Apit Aiq, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, memakan talas dan kelapa muda untuk bertahan hidup sembari menanti bantuan dari pemerintah.
Daerah itu bisa dijangkau dalam waktu sekitar setengah jam dari jalan raya Senggigi. Namun perjalanan menuju dusun itu tidaklah mulus karena jalan-jalannya yang naik turun dan berkelokan tajam hanya cukup dilewati dua sepeda motor. Perjalanan menuju ke sana makin mendebarkan karena jurang dalam yang menganga di kanan jalan.
Sejak gempa tektonik berkekuatan 7 Skala Richter (SR) mengguncang wilayah Lombok pada 5 Agustus sampai sekarang pemerintah setempat baru memberikan tiga kilogram beras yang dibagi untuk enam kepala keluarga.
Warga menuturkan bahwa bantuan lain dari pemerintah sampai sekarang belum ada, yang ada hanya bantuan dari pribadi yang dalam sehari sudah habis dibagikan kepada warga.
"Bantuan dari pemerintah itu hanya beras tiga kilogram, itupun untuk dibagi enam kepala keluarga, sedangkan lauk pauknya tidak ada sama sekali seperti mi instan," kata mantan Kepala Dusun Apit Aiq, Bahrain Arhap Hidayat.
Warga pun terpaksa memakan talas atau kelapa muda sambil menunggu bantuan datang. "Itu berlangsung sejak gempa besar pada 5 Agustus 2018," katanya.
Bahkan sudah beberapa kali mendatangi kantor desa untuk meminta bantuan makanan, namun belum juga mendapat respons. "Sampai-sampai kami berasumsi bahwa dusun kami ini memang anak tiri, bayangkan saja dusun yang ada di bawah dan rumahnya yang roboh hanya sedikit, tapi mendapatkan makanan yang cukup," katanya.
Di desa tersebut hampir 98 persen seluruh bangunan rumah penduduk roboh. Sekitar 126 dari 132 rumah yang ada di Dusun Apit Aiq tinggal enam rumah saja yang masih tersisa di dusun yang berada di lereng Bukit Layar dekat kawasan objek pariwisata pantai Senggigi itu.
Rumah warga dibangun agak berjauhan, berjarak sekitar 10 sampai 20 meter, di area yang rata di daerah tersebut. Warga dusun yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh bangunan sekarang tinggal di tenda-tenda darurat yang dibangun dari terpal bekas karena bantuan dari pemerintah belum juga datang.
"Saat ini kami tinggal di tenda darurat, terpal saja tidak ada. Bapak bisa lihat itu tenda yang ada, bekas penampungan air hujan di kolam," katanya.
Menurut warga permukiman sudah yang sudah rusak setelah gempa 7 Skala Richter mengguncang Lombok pada 5 Agustus makin porak-poranda akibat gempa-gempa susulan, dan gempa 6,9 Skala Richter yang mengguncang wilayah itu pada 19 Agustus.
"Sekarang ini, tinggal tersisa enam rumah saja dari 132 rumah yang semula ada," kata Bahrain.
Beberapa warga kini memanfaatkan kandang merpati untuk tempat tinggal sementara. "Burung merpatinya di luar saja, kita bersihkan. Lumayan untuk beristirahat," kata Alamin, warga dusun itu. (ant/wit)