Bersedekah, Belajar dari si Kecil
Sesudah Salat Jumatan, Amrin masih duduk di teras mesjid di salah satu kompleks sekolah. Jamaah mesjid sudah sepi, bubar masing-masing dengan kesibukannya.
Seorang nenek tua menawarkan dagangannya, kue traditional. Satu plastik harganya lima ribu rupiah. Amrin sebetulnya tidak berminat, tetapi karena kasihan dibelinya satu plastik.
Si nenek penjual kue terlihat letih dan duduk di teras mesjid tak jauh dariku. Kulihat masih banyak dagangannya.
Tak lama kulihat seorang anak lelaki dari kompleks sekolah itu mendatangi si nenek. Diperkirakan bocah itu baru murid kelas satu atau dua.
Dialognya dengan si nenek jelas terdengar dari tempat aku duduk.
“Berapa harganya Nek?”
“Satu plastik kue Lima ribu, nak”, jawab si nenek.
Anak kecil itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari kantongnya dan berkata : “Saya beli 10 plastik, ini uangnya, tapi buat Nenek aja kuenya kan bisa dijual lagi.”
Si nenek jelas sekali terlihat berbinar-binar matanya: “Ya Allah terima kasih banyak Nak. Alhamdulillah ya Allah kabulkan doa saya untuk beli obat cucu yang lagi sakit.”
Si nenek langsung jalan.
Si Kecil Berdoa
Refleks Amrin panggil anak lelaki itu. “Siapa namamu ? Kelas berapa?”
“Nama saya Radit, kelas 2, pak”, jawabnya sopan.
“Uang jajan kamu sehari lima puluh ribu?'”
” Oh .. tidak Pak, saya dikasih uang jajan sama papa sepuluh ribu sehari. Tapi saya tidak pernah jajan, karena saya juga bawa bekal makanan dari rumah.”
“Jadi yang kamu kasih ke nenek tadi tabungan uang jajan kamu sejak hari senin?”, tanya Amrin semakin tertarik.
“Betul Pak, jadi setiap Jumat saya bisa sedekah Lima puluh ribu rupiah. Dan sesudah itu aku selalu berdoa, agar Allah berikan pahalanya untuk ibu saya yang sudah meninggal. Saya pernah mendengar ceramah ada seorang ibu yang Allah ampuni dan selamatkan dari api neraka karena anaknya bersedekah sepotong roti, Pak”, anak SD itu berbicara dengan fasihnya.
Amrin pegang bahu anak itu : ”Sejak kapan ibumu meninggal, Radit?”
“Ketika saya masih TK, pak”
Tak terasa air mata Amrin menetes : “Hatimu jauh lebih mulia dari aku Radit, ini aku ganti uang kamu yg Lima puluh ribu tadi ya…”, kata Amrin sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan ke tangannya.
Tapi dengan sopan Radit menolaknya dan berkata : “Terima kasih banyak, Pak… Tapi untuk keperluan bapak aja, saya masih anak kecil tidak punya tanggungan… Tapi bapa punya keluarga…. Saya pamit pulang dulu Pak”.
Radit menyalami tangan Amrin dan menciumnya.
“Allah menjagamu, nak ..”, jawabku lirih.
Amrin pun beranjak pergi, tidak jauh dari situ kulihat si nenek penjual kue ada di sebuah apotik. Bergegas Amrin ke sana, dilihatnya si nenek akan membayar obat yang dibelinya.
Amrin bertanya kepada kasir berapa harga obatnya. Kasir menjawab : ” Empat puluh ribu rupiah..”
Amrin serahkan uang yang ditolak anak tadi ke kasir : ” Ini saya yang bayar… Kembaliannya berikan kepada si nenek ini..”
“Ya Allah.. Pak…”
Belum sempat si nenek berterima kasih, Amrin sudah bergegas meninggalkan apotik… Amrin bergegas pergi untuk melanjutkan perjalanannya lagi.
Dalam hati Amrin berdoa "Semoga Allah terima sedekahku dan ampuni kedua orang tuaku yg sudah meninggal serta anak-anakku yang sedang berjuang menuntut ilmu."
Hikmah:
Ada kalanya seorang anak lebih jujur dari pada orang dewasa. Ajarkanlah anak-anak kita sedari dini tindakan nyata yang bukan teori semata.
Rasulullah S.A.W bersabda :"Barang siapa yang menyampaikan 1 (satu) ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya,maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia akan tetap memperoleh pahala." (HR. Al-Bukhari)
Advertisement