Berpolitik pun Perlu Akhlak dan Spiritual, Kata Kiai Husein
"Sila Pertama Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan dengan jelas Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama."
Pengasuh Pesantren Dar Al Tauhid Cirebon KH. Husein Muhammad mengungkapkan hal itu, dikutip ngopibareng.id, Minggu 24 Februari, dari akun facebooknya.
Dengan demikian, kata Kiai Husain, agama di Indonesia menjadi landasan etis, moral dan spiritual bagi bangunan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik Negara bangsa. Landasan ini digunakan untuk mewujudkan kadilan sosial bagi seluruh warga negaranya. “Tanpa diskriminasi atas dasar apapun juga,” kata pria yang pernah belajar di Al Azhar Mesir ini.
Bagi Kiai Husein, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah menjadi titik temu paling ideal dari berbagai aspirasi dan beragam kehendak para penganut agama dan kepercayaan yang telah lama hadir di Republik ini. Sebelum Indonesia merdeka, mereka bahkan secara bersama-sama memperjuangkan Tanah Air dengan pengorbanan.
"Masing-masing wakil kelompok masyarakat yang terlibat dalam perdebatan itu mengerahkan segenap argumentasinya. Sebuah kompromi akhirnya dicapai. “Pancasila sebagai ideologi Negara dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusionalnya,” ujai Kiai Husein Muhammad.
“Seluruh sila dan pasal-pasal dalam Konstitusi ini bukan hanya tidak bertentangan melainkan juga sesuai dan seiring sejalan dengan visi dan misi agama,” ujarnya. “Para pemeluk agama meyakini bahwa Agama sejak awal dihadirkan untuk misi pembebasan manusia dari segala bentuk sistem sosial yang diskriminatif, demi penghargaan atas martabat manusia.”
Indonesia bukan Negara Sekuler
Dalam sejarahnya, relasi Agama dan Negara merupakan isu besar dalam sejarah peradaban bangsa-bangsa dunia. Isu ini mendapat perhatian para pemikir politik, agama dan kebudayaan secara sangat serius dari zaman ke zaman.
“Persoalan utamanya adalah siapakah yang harus berkuasa untuk mengatur kehidupan masyarakat,” kata jebolan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ini. “Institusi Agama atau atau ideologi Negara?”
Di Eropa, sekitar tiga abad yang lalu, perdebatan mengenai ini berlangsung sangat keras dan menimbulkan malapetaka kemanusiaan untuk masa yang cukup panjang. Bangsa-bangsa Eropa pada akhirnya memilih untuk membagi kerja keduanya: Agama untuk urusan individu, dan Negara untuk urusan publik.
Di dunia muslim, perdebatan isu ini terjadi pasca keruntuhan system Khilafah (1923). Perdebatan tentang isu ini tampaknya belum selesai hingga hari ini di banyak komunitas bangsa.
Sementara Indonesia, menjelang kemerdekaan tahun 1945, isu relasi Agama dan Negara ini diperdebatkan para pendiri bangsa dalam suasana yang acapkali mencekam. Perdebatan berlangsung panjang, berlarut-larut dan melelahkan.
"Masing-masing wakil kelompok masyarakat yang terlibat dalam perdebatan itu mengerahkan segenap argumentasinya. Sebuah kompromi akhirnya dicapai. “Pancasila sebagai ideologi Negara dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusionalnya,” ujarnya.
Pancasila sebagai dasar negara dipandang telah merepresentasikan bentuk hubungan paling ideal antara Agama dan Negara. Dengan begitu, kata Kiai Husein, sebuah konsensus nasional telah tercapai bahwa Indonesia bukanlah Negara Agama, bukan Negara teokrasi, tetapi juga bukan Negara sekuler.(adi)
Advertisement