Bernafas dalam Lumpur Petobo
Lumpur hitam yang berasal dari tanggul kali yang terletak di bagian timur Kelurahan Petobo di Jalan H.M Soeharto, Kota Palu, Sulawesi Tengah menggerus ratusan rumah penduduk di bagian Ranjule, saat gempa Palu berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang daerah itu, pada 28 September 2018.
Saat itu, bertepatan dengan waktu salat Maghrib. Hanya segelintir warga yang bisa menyelamatkan diri dari peristiwa petang itu. Desi Mahfudhah bersama ibu dan 4 adiknya berjuang selama 8 jam untuk keluar dari lumpur.
"Kami mengingatnya sebagai masa yang menakutkan, padahal sehari sebelum gempa kami sedang berbahagia merayakan ulang tahun ke-2 Riskiyah," tuturnya.
Desi Mahfudhah mengingat jika tanah rumahnya yang dipijak pelan-pelan meleleh, dan menjadi kubangan lumpur. Ia lalu mendengar suara sang ibu yang mengajak anak-anaknya untuk berkumpul dan berpelukan.
Semakin mereka mencari pijakan, lumpur makin lembek hingga membuat tubuh keenam keluarga ini semakin terperosok. Namun dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Desi Muhafudhah dan keluarga terus berjuang untuk keluar dari 'neraka' lumpur Petobo.
"Lumpur setinggi dada orang dewasa, sangat berat melangkah. Tapi ibu terus kasih semangat dan mengajak dzikir setiap kaki melangkah," kenangnya.
Dalam perjalanannya mencari tanah yang keras, Desi Mahfudhah bertemu seorang wanita yang tertimbun lumpur. Kondisinya masih hidup. Dia hanya menagis dan memanggil-manggil anaknya.
Beruntung, ada warga lain yang melihat para korban, kemudian membantu bangkit dari lumpur. Mereka pun selamat dari petaka lumpur Petobo. Kini, Desi Mahfudhah dan keluarganya mengungsi di Petobo bagian atas, sebuah padang luas yang hanya ditumbuhi semak. Ayahnya yang tukang kayu membuat rumah panggung sederhana.
Sementara seorang ibu yang merupakan korban terendam lumpur itu mengalami patah tulang kaki. (yas)