Bermula dari Bali! Ini Alasan Islam Wajibkan Muslimah Berhijab
Perkara jilbab kembali hangat menjadi perbincangan publik. Hal serupa terjadi di masa Orde Baru, yang mencegah umat Islam menjalankan ibadahnya itu, karena pelbagai alasan.
Belakangan, ada satu video anggota DPD asal Bali, Arya Wedakarna, menjadi viral di lini masa media sosial X. Dalam unggahan video menunjukkan Arya tengah memarahi kepala Kanwil Bea Cukai Bali Nusa Tenggara, kepala Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai, dan pengelola bandara.
Benarkah ini fakta Islamofobia di Bali?
Dalam video yang beredar tersebut, sejumlah pihak menilai ungkapan Arya memiliki indikasi rasis dan merendahkan jilbab atau hijab yang dikenakan oleh seorang Muslimah. Perbincangan tentang jilbab pun kembali mengundang pendapat dari sejumlah tokoh agama.
Sejatinya, perkara jilbab hadir dengan diskursus keagamaan yang terus muncul. Pendapat bahwa jilbab merupakan budaya arab juga kerap muncul dari pihak yang kontra dengan wajibnya hukum menggunakan jilbab. Lantas bagaimana Islam memandang kewajiban Muslimah berhijab?
Makna Jilbab
Secara etimologi, kata jilbab berasal dari bahasa Arab yang berarti penghalang, penutup dan pelindung, sarung, kemeja, kerudung/selendang. Sedangkan pengertian jilbab menurut istilah, al-Qurthubī mengatakan, jilbab adalah pakaian yang lebih besar dari kerudung yang dapat menutupi seluruh badan perempuan.
Dari pengertian menurut bahasa dan istilah yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian perempuan Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan oleh agama untuk menutupnya, guna kemaslahatan perempuan dan masyarakat dimana ia berada.
Kontroversi penggunaan jilbab dalam konteks saat ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari perbedaan sudut pandang dalam memahami batasan aurat yang harus ditutup oleh perempuan. Dalam Islam, batas aurat perempuan diatur berbeda-beda, perbedaannya tergantung dengan siapa wanita itu berhadapan.
Aurat perempuan ketika berhadapan dengan Allah SWT adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangannya. Ketika berhadapan dengan yang bukan mahramnya ulama sepakat bahwa batasan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah, telapak tangan, dan kedua telapak kaki.
Berbeda dengan ketika berhadapan dengan mahramnya, menurut Syafi’iyyah aurat perempuan adalah sama dengan laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Dalam Alquran perintah penggunaan jilbab termaktub pada QS Al-Ahzab : 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”
Ayat di atas menggunakan kalimat berbentuk amr (perintah) yang menurut ilmu ushul fikih akan dapat memproduk wajib ‘ainī ta’abbudī, yaitu suatu kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pribadi orang yang beragama Islam dengan tanpa tanya mengapa. Siapa yang melaksakan kewajiban itu akan mendapat pahala, karena ia telah melaksanan ibadah yang diwajibkan Allah SWT dan siapa yang tidak melaksanakannya ia akan berdosa.
Menutup aurat menjadi wajib karena saddu al-dzarī’ah, yaitu menutup pintu ke dosa yang lebih besar. Oleh karena itu, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa menutup aurat adalah wajib bagi setiap perempuan dan laki-laki Islam. Khusus bagi kaum perempuan, kewajiban ini akan terlaksana dengan memakai jilbab (busana Muslimah). Jadi, memakai jilbab (busana Muslimah) adalah wajib bagi setiap pribadi Muslimah.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.