Bermodal Kamera, Warga Prancis Cabuli Ratusan Anak Jalanan
Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Prancis, Francois Abello Camille alias Frans dibekuk aparat Polda Metro Jaya atas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Pelaku ditangkap di sebuah kamar hotel yang berada di kawasan Jakarta Barat, Kamis 9 Juli 2030.
Dalam kurun waktu 3 bulan (Desember 2019-Februari 2020), Frans diduga 305 anak. Pelaku menyasar anak jalanan sebagai korbannya. Dalam melancarkan aksinya, pria berusia 65 tahun itu tidak segan melakukan kekerasan jika korban menolak saat diajak berhubungan intim. "Jika tidak mau disetubuhi, korban ditempeleng hingga ditendang," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana saat merilis kasus ini, Sabtu 11 Juli 2020.
Dari 305 korban pencabulan, Polda Metro Jaya telah mengidentifikasi 17 anak.
Beberapa korban di antaranya adalah AS (16), EH (14), SB (13), FL (16), NW (15), dan RT (16). Sebelum melakukan eksploitasi seksual, Frans mengiming-imingi korbannya untuk menjadi foto model.
Si predator merupakan warga negara Prancis, yang belakangan tinggal di Indonesia. Bermodalkan perlengkapan fotografi, Frans alias Mister menawarkan jasa fotografer kepada anak-anak jalanan yang usianya mayoritas di bawah umur dengan iming-iming jadi fotomodel.
"Kasus eksploitasi secara ekonomi atau sexual child sex groomer terhadap 305 anak di bawah umur di beberapa hotel di wilayah Jakarta. Untuk waktu, saya ambil tiga bulan terakhir yaitu sekitar Desember (2019) sampai Febuari (2020), pelaku melakukan exploitasi terhadap anak di hotel O, Jakarta Barat," kata Nana.
Nana menerangkan Frans tinggal di Hotel L, Jakarta Barat pada Februari hingga April 2020. Dan tinggal di hotel PP, Jakarta Barat pada April hingga Juni. Nana mengatakan FAC keluar-masuk Indonesia sejak 2015.
Awal penangkapan dimulai setelah Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya mendapat informasi dari jaringan. “Kemudian unit ini melakukan penyelidikan dan mendatangi lokasi di Hotel PP di Jalan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat. Pada kamar tersebut, penyidik mendapatkan WNA dalam kondisi setengah telanjang," papar Nana.
Nana menyebut ada dua ABG perempuan yang sedang bersama FAC. Satu di antara ABG tersebut, sambung Nana, sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. "Ada juga dua anak perempuan di bawah umur dengan kondisi telanjang dan setengah telanjang," ujar Kapolda Metro Jaya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam aksi bejat predator seks asal Prancis yang menyetubuhi 305 anak di bawah umur di Jakarta. KPAI mendorong agar semua korban dapat diidentifikasi secara maksimal untuk kemudian direhabilitasi.
"Prinsipnya, tentu kita menyesalkan adanya kekerasan seksual terkait dengan kejahatan seksual, benar-benar kejahatan seksual yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA) dan korbannya sampai sebegitu banyaknya”, kata Komisioner KPAI Ai Maryati Soliha, dalam keterangan tertulus Sabtu 11 Juli 2020.
Ai mengatakan identifikasi terhadap semua korban menjadi penting dilakukan karena dikhawatirkan kondisi korban semakin buruk di kemudian hari. Menurutnya, semua korban harus direhabilitasi secara utuh melibatkan stakeholder terkait.
"Misalnya dia merasa rendah diri. Kami tidak tahu apa hamil dan seterusnya kan. Ini menjadi catatan penting untuk identifikasi korban secara maksimal termasuk di dalamnya rehabilitasi kepada korban," katanya.
KPAI menilai perlu pembentukan tim terpadu untuk percepatan perlindungan korban anak dalam mengusut korban eksploitasi seksual dan ekonomi yang diduga dilakukan Francois Abello Camille inim “Untuk itu, penting membentuk Tim Terpadu dalam menjalankan fungsi jangkauan dan rehabilitasi itu, baik polisi, P2TP2A dan Kemensos," ujar Ai
KPAI, kata Ai, juga membuka pengaduan dan laporan apabila ada anggota keluarga atau siapapun yang merasa mendapat perlakuan dan tindakan eksploitasi dari pelaku.
Sementara ini, kata Ai, profiling anak yang menjadi korban adalah mereka yang kurang mendapat perhatian dari keluarga dan orangtua. Mereka ini adalah anak-anak yang sering berkumpul di jalanan saat ditemui pelaku. Sehingga, kerentanan anak itu dimanfaatkan pelaku untuk membujuk dan mendekati dengan iming-iming uang.
"Korban membutuhkan pendampingan. KPAI mendorong perlindungan korban dan para saksi dalam situasi rentan itu dalam perlindungan LPSK untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak restitusi korban," ujar Ai.
Dalam konteks hukum, KPAI melihat aturan perundang-undangan yang dilanggar meliputi UU Perlindungan anak, UU ITE dan UU Pornografi. Sehingga dibutuhkan analisis dan penetapan hukum yang cermat.
Pada UU Perlindungan anak, kata Ai, pelaku dapat dikenai pasal Persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban lebih dari 1 (satu) anak. Ini diatur dalam pasal Pasal 81 ayat (5) Jo 76D UU RI No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI. No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Jika terbukti, pelaku kejahatan predator anak bisa dijatuhi hukuman pidana dengan pidana penjara mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun dan dapat dikenai pidana tambahan.