Berlomba di IDBR, Peserta Singgah ke Pulau Penyengat yang Indah
Internasional Dragon Boat Race (IDBR) yang berlangsung di Tanjungpinang bisa menjadi sarana untuk mengenalkan wisata di ibukota Kepulauan Riau tersebut.
Tak heran sejumlah peserta IDBR telah mengagendakan kunjungan mereka, tak sekadar ikut lomba tetapi juga mengunjungi obyek wisata.
Seperti diketahui ada sejumlah obyek wisata menarik di Tanjungpinang diantaranya wisata pulau penyengat, vihara 1000 patung, pantai Trikora, pulau Dompak hingga gurun pasir Tanjungpinang.
Salah seorang peserta dari Malaysia, Mohamed Norazman mengaku selain mengikuti lomba IDBR ia ingin sekali berkunjung ke pulau penyengat.
"Kami ingin sekali ke pulau penyengat dimana dalam sejarah kita ini bangsa Malaysia bersaudara dengan Indonesia. Pulau penyengat menjadi saksi sejarah," kata Norazman di sela-sela lomba IDBR.
Rasanya memang tidak sah mengunjungi Tanjungpinang, jika tidak menyebrang ke Pulau Penyengat. Pulau ini menjadi salah satu kebanggaan Tanjungpinang karena kaya situs bersejarah peninggalan Kerajaan Riau di masa lalu.
Menurut Kadisbudpar Tanjungpinang, Raja Kholidin berdasarkan sejarah, pulau ini merupakan tempat pertahanan Raja Kecil melawan serangan Tengku Sulaiman dari Hulu Riau pada tahun 1719. Kemudian, sejumlah benteng pertahanan dibangun pada 1782-1784 untuk menghadapi perang melawan Belanda.
Dari kota Tanjungpinang, menurut Raja, Pulau Penyengat bisa dijangkau dengan menumpangi kapal mesin. Perjalanan menyeberangi laut Penyengat itu memakan waktu sekitar 15 menit. Ongkos menyeberangnya cukup terjangkau, Rp 7.000 per orang.
"Setibanya di Pulau Penyengat wisatawan bisa keliling dengan menggunakan becak motor. Tarifnya pun terjangkau, dengan Rp 30 ribu perjam, bisa untuk 2-3 orang, tamu sudah bisa keliling pulau," kata Raja.
Di mulai dari Masjid Sultan Riau wisatawan langsung disajikan megahnya Masjid Sultan Riau yang didominasi warna kuning dengan aksen kuning hijau. Masjid ini berdiri sejak 1832. Konon, masjid tersebut dibangun dengan campuran putih telur.
Meski nampak megah di luar dan punya halaman sangat luas, namun interior masjid terlihat begitu sederhana. Di tengah ruangan, ada tiga lampu kristal yang menggantung. Selain itu, dipamerkan juga Al Quran Tulis Tangan yang dibuat oleh penduduk pulau penyengat pada abad ke-18.
Di pulau penyengat juga ada bangunan bersejarah Gedung Mesiu. Gedung ini merupakan bangunan berdinding tebal dan berwarna kuning kusam. Ada kubah bertingkat di atasnya. Menurut pemandu wisata Awan yang juga anggota GenPi Tanjungpinang, gedung ini dulunya merupakan gudang tempat penyimpanan mesiu.
"Ini untuk meriam, untuk isi bedil," kata Awan.
Selain itu, gedung ini pernah menjadi penjara di masa kerajaan. Konon, ada empat gedung serupa di Pulau Penyengat.
Tak jauh dari Gedung Mesiu, terdapat komplek makam Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdurrahman. Makam raja terletak di depan pintu gerbang.
Di komplek ini, terdapat sekitar 50 makam lain yang terdiri dari anggota keluarga hingga penasihat kerajaan selama dia berjaya. Penjaga makam tersebut, Supadi, mengatakan bahwa jenis kelamin orang yang dimakamkan di sana dibedakan dari bentuk batu nisannya.
"Jadi kalau yang bulat itu untuk laki-laki, yang pipih itu perempuan," kata Supardi.
Masih terkait makam, wisatawan bisa diajak singgah ke makam Raja Ali Haji. Ia dikenal sebagai salah satu pahlawan Kepulauan Riau atas karya sastranya. Ia menciptakan gurindam dua belas yang hingga kini melekat pada budaya melayu di Riau. (*)