Berlebihan, di Bali ada SMA yang Wajibkan Siswanya Buka Baju Untuk Pemeriksaan Tato
Jembrana: Di Bali ada sekolah yang mewajibkan siswanya membuka baju dan celana untuk pemeriksaan tato dan tindik kepada calon siswa dan siswi pada saat seleksi masuk sekolah.
Pemeriksaan itu diketahui terjadi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 5 Pariwisata Jembrana, Bali.
I Putu Duita, Anggota komisi A DPRD Jembrana, mengatakan, hal ini diketahuinya saat melakukan pemantauan ke sekolah. "Syarat masuk ke SMKN 5 tidak boleh bertato dan ternyata untuk periksa tato harus telanjang," katanya, Kamis (29/6).
Selain tidak bertato, calon siswa pria juga tidak boleh melubangi telinga (bertindik).
Bagi calon siswa pria juga ditetapkan syarat tinggi badan minimal 155 cm dan 150 cm bagi siswa perempuan.
Duitan mengatakan pemeriksaan tato dengan menyuruh siswa membuka pakaiannya adalah hal yang tidak wajar. "Kan tidak harus buka baju dan celana, yang penting tatonya tidak terlihat saat pakai baju atau invisible tatoo," ujar Duita.
Dia juga keberatan karena proses pemeriksaan tato dan tindik dilakukan oleh pihak yang dianggap tidak berkompeten, misalnya oleh dokter.
Khusus untuk tindik misalnya ada beberapa kepercayaan di Bali menggunakan anting karena keyakinan.
Masih menurutt Duita, pihak sekolah keliru menerapkan aturan sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri pendidikan nomor 17 tahun 2017.
Dalam peraturan ini sekolah diberi kewenangan membuat peraturan khusus penerimaan calon siswa sekolah kejuruan.
"Mungkin tujuannya baik tapi caranya kurang tepat, kan tidak harus buka baju dan celana," kata Duita.
Sementara itu, Kepala sekolah SMKN 5 Pariwisata Jembrana I Gusti Ngurah Sudana membantah bahwa calon siswa diwajibkan buka baju dan celana sampai telanjang dalam proses seleksi.
"Tidak benar sampai telanjang, hanya lihat punggung dan celananya hanya dibuka di sekitar ikat pinggang," kata Sudana, saat dihubungi Kamis (29/6).
Menurut dia, sesuai peraturan di sekolahnya, baik calon siswa tidak diperbolehkan bertato sehingga perlu diperiksa terlebih dahulu.
Dalam proses pemeriksaan sendiri dilakukan oleh guru setempat dengan pengawasan organisasi intranet sekolah (OSIS).
Calon siswa pria diperiksa guru pria, begitu pula calon siswa perempuan diperiksa guru perempuan.
"Tidak ada kontak fisik, hanya dilihat kemudian hasilnya dicantumkan dalam cek list di bawah pengawasan OSIS," kata Sudana. (kuy)